JAKARTA—-Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) memproyeksikan kontribusi ekonomi kreatif (ekraf) terhadap total produk domestik bruto (PDB) nasional tumbuh 7,44 persen.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh OPUS Ekonomi Kreatif 2019, sektor ekraf berkontribusi sebesar Rp 1.105 triliun terhadap PDB nasional.
Itu sebabnya Menparekraf Wishnutama Subandio optimistis
ekraf akan menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia dalam jangka panjang.
Hingga saat ini terdapat 17 subsektor ekonomi
kreatif di antaranya, arsitektur, desain interior, desain komunikasi visual
(DKV), desain produk, fashion, film animasi video, fotografi periklanan,
kerajinan (kriya), kuliner, musik, aplikasi, pengembangan permainan,
penerbitan, periklanan, tv dan radio, seni pertunjukkan, dan seni rupa.
“Perkembangan itu menjadikan Indonesia menempati posisi ketiga setelah Amerika
Serikat dan Korea Selatan dalam persentasi kontribusi ekraf terhadap PDB
negara,” ujar Wihsnutama dalam keterangannya, Rabu (11/3/20).
Lanjut Wishnutama, selain berkontribusi cukup tinggi, sektor ekraf pada tahun
lalu membantu meningkatkan angka serapan kerja sebanyak 17 juta orang selama
satu tahun.
“Sektor ekonomi kreatif dewasa ini tidak bisa diremehkan
karena memberikan dampak yang nyata bagi ekonom nasional,” imbuh dia lagi.
Menparekraf mengungkapkan masih terdapat
pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk mengembangkan ekraf di Tanah Air.
Khususnya regulasi maupun ekosistem dalam menghadapi persaingan global di era
Revolusi Industri 4.0.
Industri ekraf membutuhkan ekosistem yang kondusif agar produk lokal dapat
menjadi pemimpin di pasar sendiri bahkan dunia. Saat ini, perbandingan jumlah
produk kreatif lokal dengan impor di market place masih tidak seimbang.
Di dalam layanan e-commerce Indonesia, ia menyebut bahwa 70 persen produk diisi
oleh barang impor. Ekonomi kreatif lokal hanya mengisi tidak lebih dari 10
persen. Hal serupa juga terjadi untuk pasar offline atau konvensional.
Pihaknya sedang mendorong lahirnya regulasi yang melindungi perkembangan ekonomi
kreatif domestik. Tak kalah penting yakni soal transfer pengetahuan dan
kemampuan untuk pelaku kreatif di Indonesia.
“Saat ini, pelaku industri ekonomi kreatif di dunia sudah
banyak yang memanfaatkan analisis big data serta artificial intelligence
sehingga bisa memprediksi selera dan kemauan pasar,” tutur Wishnutama lagi.
Selain itu cukup pentingnya mengembangkan bibit unggul entrepreneur ekonomi
digital di kalangan milenial dalam menciptakan karya kreatif. Sebagai tahap
awal ke depan akan dibangun creative hub di 5 destinasi super prioritas. Yakni
Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang.
Creative hub sebagai ruang berkreasi bagi masyarakat lokal setempat sekaligus
akan menjadi media dalam menciptakan kemandirian ekonomi daerah. “Dengan
adanya program-program inkubasi terpadu, ditargetkan akan lahir banyak berbagai
karya ekonomi kreatif terobosan untuk kebutuhan pasar yang kekinian,” pungkas
Wishnutama