Peluang news, Solo – Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) optimis, bila Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian dapat disahkan yang juga termasuk di dalamnya mencakup pendirian Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) Koperasi, maka dipastikan akan terjamin simpanan nasabah karena dapat memelihara stabilitas sistem keuangannya yang memberikan rasa aman seperti perbankan.

“Saya menyakini, separuh penduduk Indonesia bakal menjadi anggota koperasi. Karena proses pengajuan dan pencairan dana pinjaman di koperasi lebih cepat. Apalagi kalau RUU Perkoperasian disahkan dapat mengikis kepercayaan masyarakat terhadap sistem simpan pinjam dalam perkoperasian,” ucap Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) Ahmad Zabadi, Kamis (19/10/2023).
Baca: Serius Menggarap Pasar Industri
Deputi Zabadi meyakinkan, kepada gerakan koperasi bahwa selama puluhan tahun koperasi terbukti mampu mempertahankan eksistensi karena kekuatannya yang melekat pada rakyat sebagai badan usaha yang dikelola dengan asas gotongroyong dan kekeluargaan.
Oleh karena itu, Deputi itu menekankan agar gerakan koperasi tetap optimistis dengan berbagai kemudahan kebijakan untuk koperasi termasuk ketentuan mendirikan koperasi yang cukup 9 orang, terutama bagi koperasi yang pada akhirnya kemudian memilih pola Open Loop dan diawasi oleh OJK sebagaimana perbankan. Hal ini disebutnya tidak akan membahayakan eksistensi koperasi.
Buktinya, lanjut Zabadi, Perhimpunan Baitul Maal wa Tamwil (PBMT) Indonesia bisa mengkonsolidasikan dana lebih dari Rp12 triliun, dengan jumlah anggota koperasi yang terus bertambah secara signifikan mencapai 3,4 juta orang.
“Terlebih lagi, bila koperasi memiliki LPS, saya yakin di tingkat grass root lebih senang dan nyaman untuk simpan uang di koperasi,” ungkap Zabadi.
Dari perbandingan bunga simpanan saja, paling tinggi entitas keuangan lain hanya bisa memberikan suku bunga 4 persen, karena komponen biaya operasionalnya yang tinggi. Sedangkan koperasi bisa memberikan sekitar 7-9 persen, terlebih lagi dengan ada penjaminan LPS, tentu akan lebih aman dan kompetitif.

Oleh karena itu, Zabadi merasa heran bila ada insan koperasi yang justru menolak kehadiran LPS. “Orang takut menyimpan uang di koperasi karena tidak ada jaminan, takut ketika mau menarik uang ternyata dananya tidak ada. Maka, dengan adanya LPS di koperasi, ini justru akan meningkatkan daya saing dan kepercayaan terhadap koperasi,” kata Zabadi.
Baca Juga: Salurkan Dana Bergulir LPDB untuk Pembiayaan Anggota Produktif
Oleh karena itu, Zabadi menyebutkan bahwa koperasi tidak perlu takut bersaing dengan entitas lembaga keuangan lain, sepanjang koperasi dikelola dengan benar dan profesional.
Strategi Spin-Off Koperasi
Dalam kesempatan itu, Zabadi juga menegaskan bahwa Koperasi Simpan Pinjam (KSP) tidak boleh menjalankan usaha lain di sektor riil. “Bisa saja menjalankannya, tapi dengan cara melakukan spin-off dengan cara melakukan kajian cukup terlebih dahulu dan memastikan kelayakan ekonominya,” imbuh Zabadi.
Baca : SPIN-OFF UNTUK USAHA KOPERASI APA SYARATNYA
Zabadi mencontohkan Koperasi Syariah Benteng Mikro Indonesia (BMI) yang awalnya hanya usaha simpan pinjam, kemudian mengembangkan usaha lain di sektor riil dengan membentuk koperasi-koperasi lain. Di antaranya, Koperasi Konsumen Benteng Muamalat Indonesia, Koperasi Sekunder BMI, dan sebagainya.
“Dengan skema pengembangan seperti ini, memungkinkan koperasi bisa menjadi konglomerasi. Konglomerasi koperasi hanya bisa terjadi kalau dilakukan pengembangan bisnis secara horizontal, bukan vertikal, melalui cara spin-off,” kata Zabadi.
Saat ini, kata Zabadi, sudah banyak koperasi melakukan spin-off. Dan dia berharap jangan pernah melakukan spin-off dalam bentuk PT. Memang, tidak dilarang dalam bentuk PT. Tapi, kalau melakukan itu, sama saja dengan mereduksi koperasi seolah-olah koperasi tidak kompeten untuk bisnis-bisnis tertentu hingga harus berbentuk PT.
“Bagi saya, dengan spin-off dalam bentuk koperasi juga, ini bisa menjawab keraguan masyarakat atas koperasi sebagai sebuah entitas bisnis moderen. Jadi, spin-off usaha koperasi, sebaiknya juga dalam bentuk koperasi,” ujar Zabadi. (alb)