hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

KemenKopUKM Desak Kehadiran LPS Koperasi Untuk Melindungi Hak-Hak Anggota

Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM), Ahmad Zabadi/Dok. Ist

Peluang news, Jakarta – Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM), Ahmad Zabadi menegaskan, perlu adanya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) koperasi untuk melindungi hak-hak anggota koperasi yang dirugikan.

Selain itu, LPS Koperasi juga diperlukan agar dapat meminimalisir kerugian yang muncul dari berbagai praktik yang merugikan para anggota koperasi, khususnya Koperasi Simpan Pinjam (KSP).

“Pembentukan LPS semata-mata dilakukan karena pemerintah ingin melindungi kepentingan anggota koperasi dan masyarakat dari praktik-praktik yang merugikan anggota koperasi,” kata Zabadi dalam kegiatan Serap Aspirasi Urgensi Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan Anggota Koperasi, di Surakarta, Jumat (8/12/2023).

Menurut Zabadi, munculnya banyak masalah di KSP diakibatkan karena saat ini koperasi belum membentuk suatu ekosistem yang kokoh bagi koperasi. Koperasi yang kokoh hanya bisa dibangun berdasarkan undang-undang yang baru, yang lebih bisa mengakomodir perubahan dan perkembangan zaman.

“Jadi, kalau kita berkaca pada perbankan, saat COVID-19 ada bank yang bermasalah. Jika ekosistem perbankan belum kuat mereka bisa saja gagal bayar. Meski terjadi masalah, namun tidak terjadi rush karena industri bank sudah punya LPS yang menjamin simpanan nasabah hingga Rp2 miliar,” ujarnya.

Tak hanya mempunyai LPS, industri perbankan juga mempunyai Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), dan otoritas lain seperti Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan kata lain, ekosistem di industri perbankan saat ini, kata Zabadi, sudah sangat kokoh.

“Berbeda dengan koperasi, saat ini koperasi belum punya ekosistem yang kuat. Di perbankan yang bisa memailitkan itu OJK/Kemenkeu. Ini tidak dipunyai oleh koperasi, di koperasi, anggota juga bisa memailitkan koperasi. Ada lebih dari 30 juta anggota koperasi yang perlu dilindungi kepentingannya dari praktik-praktik yang merugikan, yang dilakukan oleh pendiri maupun pengurus koperasi,” jelasnya.

Lebih lanjut, Zabadi menilai, kehadiran LPS merupakan salah satu langkah konkret yang dilakukan pemerintah dalam menyiapkan ekositem koperasi yang semakin kokoh.

“Penyiapan ekosistem ini sudah sangat mendesak dilakukan, sesuai mandat dari Mahkamah Konstitusi saat membatalkan seluruh materi muatan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian,” kata Zabadi.

“Apalagi, ini sudah lebih dari 10 tahun sejak putusan MK. UU Perkoperasian yang baru harus segera hadir agar bisa mengakomodir perubahan zaman dan kondisi terkini. Kami sudah berkoordinasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membahas RUU Perkoperasian. DPR berjanji akan memprioritaskan RUU Perkoperasian setelah reses selesai,” sambungnya.

Senada dengan Zabadi, pengamat hukum dari UNS, Pujiyono Suwadi mengatakan, pada dasarnya koperasi memang milik anggota. Akan tetapi, koperasi juga mempunyai subjek hukum mandiri, yang di antaranya ialah pengurus.

Menurutnya, saat ini banyak pengurus yang merasa bahwa koperasi itu merupakan miliknya sendiri. Sehingga para pengurus bisa berbuat sesuka hati dalam mengelola koperasi. Padahal, langkah itu bisa berdampak buruk bagi kelangsungan koperasi di tanah air.

“Subjek hukum mandiri ini berfungsi mewakili anggota koperasi. Di sisi lain, tidak semua anggota koperasi tahu apa yang akan dilakukan oleh pengurus. Maka kepentingan dari anggota koperasi perlu dilindungi,” tutur Pujiyono.

“Oleh karena itu, UU Perkoperasian yang baru harus segera hadir dengan semangat memperbaiki dan mendorong koperasi untuk naik kelas,” imbuhnya.

pasang iklan di sini