JAKARTA—Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki berdialog dengan pelaku kerajinan tenun songket Fikri Collection, Kota Palembang, Jumat (8/11/19).
Dalam dialog itu Teten mendorong para perajin tidak bergantung pada bahan baku impor. Menkop mengatakan, yang diketahui bahan baku untuk tenun dan songket kandungan impor bisa mencapai 70 persen.
“Material seperti benang emas yang menjadi elemen penting dalam songket sebagian besar masih diimpor dari Thailand dan Tiongkok,” ungkap Teten dalam keterangan tertulisnya.
Teten mencontohkan, UKM di Mongolia membudidayakan ulat sutera dengan memberi makanan tertentu agar mampu menghasilkan kokon berwarna emas. Hal ini patur dilakukan agar konten lokal untuk tenun songket semakin besar.
Pada kesempatan itu, dia berdialog dengan pemilik galeri songket Fikri yang memulai usahanya sejak 1997 dan mencari tahu kendala yang dihadapi di lapangan.
Fikri mengajak Teten untuk melihat langsung produksi songket di galerinya yang kerap kali memakan waktu hingga tiga bulan untuk selembar kain.
Salah satu songket andalan Fikri adalah motif Naga Besaung yang cirinya adalah memuat banyak unsur warn emas dipadupadankan dengan warna-warna lembut seperi biru langit atau abu muda.
“Ini terinspirasi dari budaya masa lalu karena Palembang juga banyak pengaruhnya dari budaya Tionghoa,” terang Fikri.
Motif lain adalah cantik manis, yang tidak terlalu ramai, tidak terlalu banyak benang emas dan biasa digunakan dalam kesempatan acara yang tidak terlalu formal. Motif ini banyak dipakai pada acara adat di Palembang dan Medan.
Harga selembar songket di galeri Fikri beragam mulai dari Rp500.000 hingga Rp75 juta. Songket yang mahal proses pembuatannya sama sekali tidak menggunakan mesin. Pembuatan satu pasang songket yang terdiri dari satu helai selendang dan bawahan, bisa sampai tiga bulan.