
PeluangNews, Jakarta-Penguatan tata kelola dan sistem perlindungan anggota menjadi bagian penting dalam upaya mewujudkan koperasi yang sehat, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Seiring peran koperasi sebagai sokoguru perekonomian rakyat, penguatan ekosistem kelembagaan koperasi dinilai semakin mendesak agar mampu memberikan perlindungan optimal bagi seluruh anggotanya.
Upaya tersebut akan menjadi salah satu fokus utama dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Perkoperasian oleh pemerintah bersama DPR.
Sekretaris Kementerian Koperasi Ahmad Zabadi menegaskan hal tersebut dalam Focus Group Discussion Penyusunan Sistem Pelindungan dan Pengaduan Anggota Koperasi di Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), Jumat (12/12).
“Perlu membangun satu sistem pelindungan dan pengawasan anggota untuk mencegah potensi kerugian yang terjadi di koperasi sektor keuangan. Substansi ini harus tertuang secara tegas dalam RUU Perkoperasian,” kata Zabadi.
Ia berharap masukan dari UNS dapat memperkuat substansi RUU tersebut. Menurut Zabadi, setelah RUU Perkoperasian disepakati sebagai inisiatif DPR dalam Rapat Paripurna pada 18 November 2025, pemerintah memiliki ruang untuk menambahkan berbagai afirmasi dalam draf yang sudah ada.
Salah satu usulan yang mengemuka adalah perubahan judul RUU Perkoperasian menjadi RUU Sistem Perkoperasian Nasional. Usulan ini dinilai penting untuk mengafirmasi program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang menjadi program prioritas nasional.
“Ini merupakan sebuah reorientasi pembangunan yang sangat besar. Presiden bahkan menyebutnya sebagai ‘revolusi’ saat peresmian pembentukan 80.000 badan hukum Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih di Klaten. Tujuannya untuk mewujudkan pemerataan ekonomi dan distribusi kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia,” ujar Zabadi.
Ia menambahkan, kehadiran koperasi desa tidak hanya berperan dalam memotong rantai distribusi dan memperkuat rantai pasok, tetapi juga mendorong peningkatan produktivitas daerah sesuai potensi masing-masing desa. Program ini diperkirakan mampu menciptakan hingga 2 juta lapangan kerja baru.
Selain itu, jumlah anggota koperasi juga diproyeksikan meningkat signifikan. Presiden menargetkan seluruh masyarakat desa menjadi anggota koperasi. Dengan asumsi rata-rata 1.000 anggota per desa, diperkirakan akan ada tambahan minimal 80 juta anggota koperasi baru.
“Ini angka yang sangat besar, sehingga harus dipikirkan secara serius bagaimana sistem perlindungan bagi anggota koperasi dapat dijalankan secara optimal,” lanjut Zabadi.
Menurutnya, perlindungan anggota harus menjadi prioritas utama seiring dengan perluasan skala usaha koperasi. Tanpa sistem pengawasan yang kuat dan standar perlindungan yang jelas, risiko kerugian anggota berpotensi meningkat.
Dalam konteks tersebut, kerja sama antara Kementerian Koperasi dan Universitas Sebelas Maret dinilai sangat strategis. Melalui nota kesepahaman ini, UNS diharapkan berperan aktif mendukung program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, termasuk penguatan kelembagaan koperasi, peningkatan pengawasan dan perlindungan anggota, digitalisasi koperasi, serta pengembangan sumber daya manusia dan literasi koperasi.
Zabadi juga mengapresiasi dukungan UNS melalui pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi dalam mendukung pengembangan koperasi nasional. Ia berharap kolaborasi antara pemerintah dan perguruan tinggi dapat memberikan dampak nyata bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya bagi anggota koperasi.
Kegiatan ini dihadiri Deputi Bidang Pengawasan Koperasi Herbert Siagian, Asisten Deputi Pelindungan Anggota Sahrul, serta Kepala Biro Hukum dan Kerja Sama Lina Widiyastuti, sekaligus dirangkai dengan penandatanganan nota kesepahaman antara Kementerian Koperasi dan UNS.







