Di beberapa ruas jalanan kini hadir selingan segar. Motor tua nyempil di tengah dominasi motor matic mutakhir. Aneh aja, kendaraan seuzur itu masih bisa jalan. Juga mengagumkan bahwa para pemilik menungganginya dengan pe-de.
BELAKANGAN ini, sepeda motor jadoel (jaman doeloe) ngetren. Menggejala begitu saja di berbagai kota. Entah berupa ‘penegasan’ terhadap motor-motor modivikasi. Entah semacam ‘perlawanan’ terhadap motor produk mutakhir yang fasilitasnya makin mirip mobil. Kesadaran cak seperti itu bersambut dengan tumbuhnya wadah komunitas. Baik untuk jenis yang dianggap klasik maupun yang sekadar motor tua; moge (motor gede) ataupun motor cc kecil.
Kentalnya fenomena tersebut tercermin dari pergelaran acara Indonesia Heritage Motorcycles. Ajang pemotor jadul yang digelar di Yogya, 20-21 Juli 2018, di kawasan kompleks Candi Prambanan. Ajang kumpul-kumpul ini bukan cuma untuk biker satu merek. “Semua jenis dan semua merek motor klasik, baik motor besar maupun motor kecil, kami hubungi,” kata Ketua Umum Vintage Harley Davidson Enthusiast of Indonesia, Boyke Soerianata. Biker asal luar negeri ikut serta. Malahan ada yang dari Jepang. “Teman-teman kami yang dari Amerika dipastikan datang.
Indikasi lainnya, baru-baru ini berdiri sebuah komunitas Kabupaten Soppeng (156 km utara Makassar). Sekelompok orang tua berhobi sama berhimpun menamakan dirinya COMUNITAS C70 LOVERS SOPPENG unjuk gigi. Para petualang motor antik yang digawangi Sarianto dan Dipa itu berhasil menembus warkop Sejahterah by Diman Caffe. Komunitas C70 lovers Soppeng lahir secara spontan di warkop Sejahterah. Ada yang sehari-harinya berkendaraanitu, atau punya sendiri, atau sengaja dibeli, atau warisan dari orangtua. Bicara soal tahun lansiran, motor jadul yang mereka gunakan rata-rata merupakan keluaran 1974-1979.
Setahun sebelumnya, 25 November 2018, di Baleendah, Bandung berdiri salah satu komunitas motor klasik: BROTHER BIKERS CLASSIC (BBC). Awalnya anggota hanya lima personel, belakangan terus berkembang hingga mencapai 50 orang. Komunitas ini banyak digandrungi kalangan remaja di atas 17 tahun, baik laki-laki maupun perempuan. Motor yang digunakan komunitas ini kebanyakan jenis Bebek 70 Klasik.
“Memiliki motor tua itu (kita jadi) banyak saudara. Ketika kita sedang kesusahan di jalan, pasti ada saja orang yang menolong kita. Sang penolong itu bisa siapa saja, dari kalangan manapun asalnya,” ujar Rafly, pemilik motor Zundap tahun 63. Uniknya, dalam komunitas BBC tidak ada ketua atau kedudukan sederajat. Yang ada hanya sekretaris dan penanggung jawab. Semua anggota beranggapan posisi mereka benar-benar sama. Setara. Karenanya, tak diperlukan jabaan hierarkhis sebagaimana lazimnya di banyak organisasi.
Jadi, prinsip dalam komunitas motor ini adalah melakukan hobi ini dengan sadar dan bertanggung jawab atas apa yang dibuat. Sangat penting menjaga silaturahim dengan sebanyak mungkin orang, tanpa memandang status dan lain-lain. “Begitu hendaknya terpelihara sampai kita (anggota BBC) menua bersama. Ingat, arti dari nama Brother Bikers Clasic adalah persaudaraan pengendara motor tua,” ujar Rafly. Itu pulalah daya tarik bagi mereka yang bergabung dengan komunitas ini.
Syarat utama keanggotaan tentu saja harus mempunyai motor klasik. Jenis dan mereknya bebas. Lalu, “jika ada kumpulan, harus datang demi menjamin tali silahturahim. Kami tidak menganjurkan anggota mempunyai dua komunitas,” ujar Tisna, penanggung jawab komunitas. Kegiatan yang mereka laksanakan cukup banyak. Antaranya, mengadakan touring ke pantai jika ada waktu senggang dari para anggotanya, aksi kemanusiaan, berunding jika terjadi perselisahan.
“Kewajiban yang sangat mengikat anggota adalah menghadiri kumpulan setiap hari Sabtu dari jam lima sore sampai jam 10 malam,” ujar Rafly. Berbagai pembiayaan klub bersumber dari iuran. Selain uang kas, tidak ada lagi pungutan biaya dalam komunitas BBC. Uang kas itu pun pada kenyataannya dikembalikan untuk keperluan komunitas juga. Khususnya menolong saudara yang membutuhkan,” ujar Puja Yulianti, sekretaris klub.
Lebih awal dari dua klub di atas, tahun 2001 muncul HONDA DOELOE CLUB (HDC). Komunitas pencinta motor ini merangkul semua para penyuka motor-motor jadul. Yakni motor-motor tua yang oleh sebagian orang diabaikan atau hanya menjadi rongsokan, besi tua. Kebanyakan pemiliknya malah sudah mengabaikan surat-surat kendaraan tersebut (perpanjangan STNK tahunan dan bahkan BPKB-nya) lantaran telanjur dimakan usia.
Motif kehadirannya tak beda dengan komunitas sejenis. HDC hadir untuk menjadi wadah bertukar pikiran dan memberi informasi untuk menghidupkan lagi di jalanan motor-motor jadul. “Anggota kami yang berkumpul biasanya pemilik motor tahun 1980 ke bawah. Rata-rata pabrikan klasik seperti Honda 70, CB, dan 90,” ujar Wakil Ketua Komunitas HDC, Danang Mifta.
Komunitas merupakan tempat tukar pikiran para anggota. Jelas banyak manfaat yang bisa didapat dengan bergabung ke HDC ini. “Kami juga enggak sekadar nongkrong-nongkrong. Biasanya kami saling tukar pikiran, cari info spare part Honda klasik. Apalagi sekarang-sekarang ini lagi susah dicari,” ujarnya.
Danang dan rekan-rekan sering membantu anggota yang ingin membangun motor dari bahan Honda klasik. “Biasanya, dari bahan ‘busuk’ kami rakit ulang. Modelnya tetap klasik, lalu dibangun menjadi baru lagi,” ujar Danang. Biaya mendaur ulang motor klasik sekitar Rp5 jutaan yang termurah. Tergantung selera pemilik. “Terkadang pemilik ingin ke gaya Jap Style, Cafe Racer, atau Chopper,” tutur Danang.
Di deretan yang lebih dini, dikenal MOTOR ANTIK CLUB INDONESIA (MACI) sebagaiwadah pengguna moge klasik. Komunitas ini tidak hanya mewadahi pengguna merek BMW, tetapi juga merek-merek motor klasik lain. Komunitas ini memiliki 50 cabang di berbagai kota di Tanah Air. MACI resmi terbentuk 1993, saat pemeran motor antik di Kota Semarang yang dihadiri 200-an unit sepeda motor. Sebelum MACI terbentuk, para pemilik motor lawas sudah membentuk klub atau komunitas di kotanya masing-masing.
Komunitas motor klasik paling senior tercatat atas nama BMW MOTOR CLUB JAKARTA. Komunitas ini berawal dari 5 orang. Latar belakangnya beragam tetpi punya satu kegemaran yang sama, yakni hobi nongkrong di sekitar Monas—setelah menempuh rute kesukaan masing-masing di wilayah Ibu Kota. Mereka adalah Djati Wijoso, Martin Pfaff, Tjiam Som Hien, Rudy Puspa dan Sugeng Hidayat.
Mereka sepakat mencetuskan perkumpulan penggemar sepeda motor klasik merk BMW di Jakarta pada 10 Juni 1977, yang saat itu dinamai BMW Group Jakarta Raya. Sekretariat ditetapkan di Jalan Salam 23 Pejompongan, Jakarta serta berubah nama menjadi BMW Motor Club Jakarta. Selain menjadi sekretariat, lokasi tempat mangkal bareng ini juga digunakan oleh para anggotanya sebagai bengkel.
Ketika menyaksikan konvoi pengendara motor klasik, reaksi masyarakat biasanya tersipu-sipu. Kagum campur haru. Kagum mengingat telatennya mereka merawat kendaraan tua masih operasional. Beberapa di antaranya masih kinclong seakan baru dibeli. Haru disuguhi rekonstruksi pemandangan di sepanjang jalanan tahun 70-an itu. Mereka ‘sengaja’ hadir kembali, setengah abad kemudian.●(dd)