Opini  

Kebodohan Nasional

Oleh : Imam Faturrahim

Soal retas meretas mah sudah jadi kerjaan para hacker. Sebagai pengguna teknologi digital yang kadang gaptek, kita hanya untung-untungan saja untuk tidak kena retas. Tapi belakangan juga sudah banyak hape teman kita yang kena retas, bahkan simpanan di bank ikut terkuras.

Maka, ketika Pusat Data Nasional (PDN) yang seyogianya aman ikut-ikutan kena retas, anggap saja sedang sial. Ibarat gurauan seorang teman di lembaga legislatif, jika ada seorang teman terkena OTT karena korupsi, itu hanya karena lagi sial saja.

Tetapi jika sebuah lembaga sentral sekelas PDN bobol diretas hacker, tentunya ini bukan sekadar sial, melainkan memang sedang ada goblok yang sedang dipertontontan.

Dalam bahasa yang agak sopan, kendati geram, orang-orang di legislatif bilang betapa lemahnya pengawasan dan keamanaan di lingkungan eksekutif. Untuk urusan data yang amat krusial koq tidak ada backup. Akibatnya, layanan publik yang mengandalkan data krusial tersebut menjadi karut marut. Kantor imigrasi, yang urusannya ngatur lalu lalang orang dari luar dan ke dalam negeri terpaksa ngungsi memindahkan datanya sendiri. Bisa jadi karena khawatir Harun Masiku lolos ke negeri jiran, atau Edy Tanzil kembali ke Indonesia belanja ke Glodok.

Begitulah suara berseliweran akibat kisruh data-data yang bobol tersebut. Kita tahu, PDN memang harus aman dari berbagai serangan karena di sinilah tempat pengolahan data milik semua instansi di negara ini. PDN menjadi bagian dari infrastruktur informasi vital yang menyimpan data-data strategis.

Seperti sudah bisa ditebak, biasanya orang mencari kambing hitam yang harus disalahkan agar masyarakat mafhum apa yang sebenarnya terjadi. Tak tanggung-tanggung yang harus menjelaskan Presiden Jokowi sendiri. Peretasan ini, kata Presiden biasa saja, karena kasus seperti ini juga dialami banyak negara. Sementara Menkominfo Budi Arie Setiadi lain lagi, menurutnya peretasan  berasal dari kalangan sendiri bukan dari negara lain. Motifnya murni ekonomi lantaran adanya hacker meminta tebusan US$8 juta alias setara Rp131 miliar. Kalau motifnya cuma soal duit, kata Menkominfo, ya alhamdulillah karena sang peretas bukan dari negara lain yang implikasinya bakal sangat berat.

Patut dipetanyakan apa saja yang dikerjakan Kemenkominfo selama ini yang punya anggaran belanja terbilang besar. Hingga Mei lalu saja jajan kementerian ini sudah Rp4,9 triliun; di antaranya untuk pemeliharaan dan operasional BTS 4G sebesar Rp1,6 triliun, dan pemeliharaan data center nasional yang mencapai Rp700 miliar.

Jika anggaran yang sudah besar itu masih juga kena serangan virus ransomware, maka salah seorang anggota DPR mengkritik keras Badan Siber dan Sandi Negara yang dinilai telah abai. Kejadian tersebut dipertanyakan apakah hanya sekadar kecelakaan atau memang sebuah kebodohan nasional. Mengapa peretasan dan kebocoran data sering kali terjadi bertahun-tahun. Beralasan jika media asing, Channel News Asia menyebut Budi Arie Setiadi sebagai “menteri giveaway“. []

Exit mobile version