hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

‘Kebijakan Perlindungan Sosial Pangan Perberat Tekanan Fiskal’

Sumber: Kemenkeu.go.id

PeluangNews, Jakarta – Institute for Development of Economics & Finance (INDEF) mengingatkan kebijakan perlindungan sosial pangan dan beban subsidi komoditas yang saat ini dihadapi Indonesia berpotensi menambah tekanan terhadap fiskal jika efisiensi kebijakan tidak ditingkatkan.

Menjelang 2026, sektor pertanian di Indonesia masih menghadapi tantangan struktural dimana pertumbuhan PDB sektor pertanian tertinggal dari pertumbuhan ekonomi nasional, pemulihan pascapandemi belum solid, produktivitas stagnan, dan adopsi teknologi berjalan lambat.

Sektor pertanian Indonesia saat ini dinilai juga belum pulih secara struktural dari dampak pandemi. Pada saat yang sama, koordinasi kelembagaan masih belum optimal, dan peningkatan biaya produksi yang akan berdampak pada daya beli masyarakat.

Kepala Pusat Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan INDEF Abra Talattov mengatakan pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan III 2025 berada di sekitar 4,9 persen dengan tingkat fluktuasi yang lebih tinggi dibandingkan PDB nasional yang stabil di atas 5 persen.

“Hal ini memperlihatkan bahwa pertanian belum pulih secara struktural dari dampak pandemi. Padi dan jagung menunjukkan perbaikan output, tetapi komoditas strategis seperti gula dan kedelai mengalami stagnasi atau penurunan,” ujarnya saat berbicara dalam forum ‘Outlook Sektor Pertanian 2026’ yang digelar INDEF pada pekan ini.

Sementara itu, permintaan terhadap pangan berbasis impor seperti gandum, gula, dan kedelai terus meningkat tanpa diimbangi kapasitas produksi domestik yang memadai.

Abra mengatakan hingga saat ini produksi padi dan jagung menunjukkan perbaikan output, tetapi komoditas strategis seperti gula dan kedelai mengalami stagnasi atau penurunan. Sementara itu, permintaan terhadap pangan berbasis impor seperti gandum, gula, dan kedelai terus meningkat tanpa diimbangi kapasitas produksi domestik yang memadai. Kondisi ini memperlemah neraca pangan 2025 yang sudah menunjukkan tekanan pada aspek ketersediaan maupun stabilitas harga.

Dalam mengantisipasi risiko pangan pada 2026, potensi gangguan distribusi masih perlu dikelola dengan tepat.

Pemerintah menempatkan kemandirian pangan sebagai agenda strategis nasional untuk mengurangi kerentanan terhadap gejolak harga global, disrupsi logistik, dan ketergantungan pada impor.

Tetapi ketimpangan antar komoditas masih terlihat, dimana padi relatif stabil dan jagung meningkat,sementara kedelai dan gula melemah. Impor beras khusus lebih dari 223 ribu ton pada Januari–Juli 2025 memperlihatkan bahwa produksi domestik belum mencukupi.

“Dalam situasi tekanan ekonomi global dan volatilitas harga pangan, pendekatan Food–Energy–Water Nexus menjadi krusial untuk memastikan konsistensi kebijakan dari hulu hingga hilir,” ujarnya.

Konsistensi Regulasi

Anggota Komisi IV DPR Endang Setyawati Thohari mengatakan ketahanan pangan tidak hanya berkaitan dengan peningkatan produksi, tetapi membutuhkan konsistensi regulasi, kepastian tata kelola lahan, dan perlindungan bagi petani kecil.

Menurutnya, risiko global seperti fluktuasi harga pangan, konflik geopolitik, dan ketidakpastian rantai pasok menuntut Indonesia memiliki sistem yang jauh lebih resilien. Transformasi pertanian harus mencakup penguatan riset dan inovasi benih, modernisasi logistik, efisiensi penggunaan input, serta revitalisasi infrastruktur irigasi untuk memastikan kenaikan produktivitas yang merata. Melalui fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan,

Endang mengatakan Komisi IV berkomitmen memperkuat alokasi pendanaan pertanian dan mempercepat implementasi one map policy agar konflik lahan dapat dihindari. Endang juga menekankan pentingnya menjadikan petani kecil, masyarakat lokal, dan generasi muda sebagai pusat ekosistem pangan melalui akses yang lebih luas terhadap modal, teknologi, dan kemitraan yang berkeadilan.

Direktur Operasi PT Pupuk Indonesia (PIHC) Dwi Satriyo Annurogo mengatakan bahwa ketersediaan pupuk, khususnya nitrogen, merupakan faktor kunci peningkatan produktivitas padi dan komoditas pangan lainnya.

Dengan proyeksi peningkatan kebutuhan beras menuju Indonesia Emas 2045, tambahan produksi sebesar 5,69 juta ton perlu dipastikan melalui pemupukan yang tepat dan berkelanjutan.

Menurut dia, kapasitas produksi nasional saat ini berada pada tingkat yang sangat memadai dan terus diperkuat melalui perbaikan tata kelola distribusi. Dengan penerapan digitalisas melalui command center, dashboard pemantauan, dan sistem pencatatan elektronik, penyaluran subsidi pupuk dapat dilakukan lebih transparan, akuntabel, dan tepat sasaran hingga ke tingkat petani.

pasang iklan di sini