Site icon Peluang News

Kebijakan Burden Sharing Harus Dihentikan

Jakarta (Peluang ) : Pemberhentian burden sharing komitmen bersama untuk menjaga kredibilitas pasar agar investor asing tertarik dengan Indonesia.

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF),  Eko Listiyanto mengatakan, dalam menghadapi tantangan ekonomi global perlu ada kebijakan moneter yang dapat mendukung Anggara Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Terkait hal ini, ia  menyarankan  kebijakan burden sharing atau berbagi beban antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) supaya dihentikan hingga akhir tahun 2022, sehingga tidak perlu diperpanjang. “Burden sharing harus ada cut off-nya dengan Undang-Undang (UU) Nomor 2 tahun 2020,” ujar Eko dalam saraserhan 100 ekonomi, Rabu (7/9/2022).    

UU tersebut telah mengatur pelaksanaan burder sharing berakhir pada tahun 2022, setelah diterapkan sejak tahun 2020 di mana pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Sehingga menurut Eko, dengan selesainya peran BI dalam burden sharing, yakni menjadi pembeli siaga Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana, selanjutnya bank sentral akan membeli SBN hanya di pasar sekunder. Sehingga mekanisme penerbitan SBN akan cenderung kepada pasar saja.

“Kondisi ini tentu saja tidak mudah, apalagi tahun 2023 defisit sudah ditetapkan di bawah 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Di sisi lain, BI harus akhiri upaya burden sharing ke depan,” kata Eko.

Di tengah kondisi tersebut, Eko menyatakan bahwa pengaruh geopolitik yang memanas akan berlangsung lama, berimbas pada kebijakan moneter di berbagai bank sentral negara. Dan hampir semua negara pada perubahaan kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS).

“Indonesia sudah masuk dalam level pemulihan, sehingga pelan-pelan harus diupayakan agar tidak dibantu terus. Karena pemberhentian burden sharing bagian dari komitmen bersama untuk menjaga kredibilitas pasar ke depan agar investor asing tertarik dengan Indonesia,” ungkap Eko.  

Dengan begitu menurutnya,  mekanisme ekonomi dapat kembali diserahkan pada pasar. Hal ini juga untuk menjaga kredibiiltas pasar ke depan. “Pelaku domestik perbesar dan asing kembali masuk pasar kita. Ramaikan pasar kita, diharap yield bisa ditekan jadi lebih efisien untuk pembangunan Indonesia kedepan. Jadi intervensi BI itu memang harusnya di pasar sekunder,” pungkas Eko. (s1).

Exit mobile version