
Peluang News, Jakarta – Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marvest) Jodi Mahardi mengemukakan, kebijakan adaptif pemerintah dapat menjadi kunci dalam menjaga momentum kebangkitan industri hulu migas di Indonesia.
‘Karena itu, diperlukan pendekatan seimbang dalam transisi energi di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi harus jalan bersamaan dengan upaya keberlanjutan. Kebutuhan migas masih penting terutama primer dan transportasi,” ujar Jodi saat membuka IATMI Business Talk, di Jakarta, Kamis (12/9/2024), dikutip dari keterangan tertulis.
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) menggelar diskusi IATMI Business Talk bertema “Prediksi Arah Kebijakan Hulu Migas Nasional di Pemerintahan Baru” yang bertujuan untuk memberi masukan serta saran konstruktif kepada pemerintah baru nanti dalam pengelolaan industri hulu migas ke depan.
Dia meyakini potensi migas di Indonesia masih besar, apalagi optimisme makin tinggi dengan ditemukannya beberapa cadangan dalam jumlah besar (giant discovery) di South Andaman serta North Ganal. Momentum itu harus terus dijaga melalui keberlanjutan kebijakan oleh pemerintah baru yang bakal segera dilantik pada 20 Oktober 2024.
Jodi mengakui ada tantangan dari sisi penyelarasan aturan main. Tapi pemerintah bertekad untuk membangun fondasi kuat dari sisi regulasi. Salah satu regulasi paling krusial yang bakal dikejar adalah revisi Undang-Undang Migas (RUU Migas).
Sementara itu, Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ariana Soemanto menuturkan tongkat estafet industri hulu migas di tanah air akan terus berlanjut dengan mengedepankan prinsip fleksibilitas tanpa melupakan kepentingan negara.
Ariana mencontohkan dalam pengembangan temuan Geng North di North Ganal, proses pembahasan rencana pengembangan jadi salah satu benchmark dan contoh nyata bahwa pemerintah bergerak lebih cepat mengikuti ritme pelaku usaha.
“Pemerintah berikan tambahan waktu eksplorasi untuk ENI. Pemerintah adaptif saat ini, terutama dalam tiga tahun terakhir. Misalnya apa yang dilakukan untuk blok baru itu kita bisa berikan split up to 50%,” ujarnya.
Dia mengakui salah satu fundamental perubahan industri migas tanah air adalah UU Migas. Namun, pemerintah tidak tinggal diam hanya menunggu terbitnya UU baru.
Deputi Eksplorasi, Pengembangan dan Manajemen Wilayah Kerja SKK Migas Benny Lubiantara mengutarakan, penerbitan UU Migas yang baru juga merupakan salah satu strategi utama untuk secara “radikal” mengubah paradigma industri migas di tanah air ke depan.
Tuntutan keberlanjutan lingkungan dan transisi energi dipastikan harus masuk dalam UU baru tersebut.
“Dulu tidak ada yang bicara net zero emission (NZE), sekarang ada. Transisi energi ini waktunya terbatas, tahun 2050. Sebelum itu investasi harus dilakukan,” kata Benny.
Dirut Pertamina Hulu Energi (PHE), Subholding Upstream Pertamina Chalid Said Salim menilai salah satu kebijakan adaptif yang bisa dilakukan pemerintah ke depan adalah mendukung percepatan pelaksanaan pengurasan minyak lanjutan atau enhanced oil recovery (EOR).
Ketua IATMI Raam Krisna mengharapkan diskusi yang diinisiasi IATMI itu bisa memberikan masukan konstruktif kepada pemerintah, sehingga bisa menjaga momentum peningkatan gairah investasi yang kini sedang terjadi.
“IATMI yakin dengan sinergi yang kuat dapat mewujudkan industri migas yang kompetitif dan berkelanjutan,” tutur Raam. []