octa vaganza

Kebijakan 80% Kredit BRI untuk UKM, Ekonom Sarankan Dukungan Regulasi

JAKARTA-—Kebijakan pemerintah dalam hal ini  Kementerian Koperasi dan UKM untuk mendorong Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk memberikan 80% kredit kembali UMKM bisa saja terjadi. Namun harus diingat bahwa BRI kini sudah menjadi bank konvensional, seperti halnya Bank Mandiri, BCA dan BNI. 

Kalau kebijakan ini harus dijalankan, untuk mendorong BRI diperlukan regulasi, setidaknya Keppres.  Namun sebaiknya dibentuk lembaga keuangan baru, seperti perbankan untuk keperluan pembiayaan UMKM.

Demikian diungkapkan pengamat Ekonomi sekaligus staf pengajar  BINUS University Doddy Ariefianto menanggapi kebijakan yang dilakukan Kemenkop UKM untuk mengangkat dan memberdayakan UMKM.

Doddy membenarkan, banyak UMKM yang tidak bankable, sementara untuk memberikan kredit diperlukan lima syarat, Character, Capacity, Capital, Condition, Collateral atau lima C.

“Di antara kelima itu adalah collateral atau jaminan yang membuat bank sulit untuk memberikan pinjaman,” ujar Doddy usai diskusi publik “Proyeksi Ekonomi Indonesia 2020: Kabinet Baru dan Ancaman Resesi Ekonomi” kepada Peluang, Selasa (26/11/19).

Sementara terkait langkah yang diambil Menkop UKM Teten Masduki mengembangkan model bisnis kemitraan UMKM dengan usaha besar hingga UMKM di berapa sektor seperti perikanan tambak udang rakyat, holtikultura,  buah segar, Doddy memberikan apresiasinya.

“Justru itu dibutuhkan UMKM permodalan, perusahaan dan BUMN punya CSR. Selain itu Kemenkop dan UKM juga harus melibatkan pihak universitas yang mempunyai perangkat pengetahuan. Untuk itu Menkop harus menjadi inisiatornya dan pendobraknya,” kata dia lagi.

Dalam wawancara eksklusifnya dengan CNBC Indonesia pada 22 November lalu, Menkop UKM teten Masduki mengungkapkan akan mengembangkan model kemitraan untuk membantu UKM dari segi permodalan hingga meminta BRI untuk menjadikan porsi kredit yang lebih besar pada korporasi diperuntukan kembali ke UKM sebesar 80% sesuai dengan instruksi Presiden.

“BRI harus belajar dari lembaga fintech membiayai ukm yang tidak bankable. Ini soal pencapatan saja. Kalau soal bisnis tukang soto di Solo lakuknya bukan main. Tetapi karena tidak dicatat dianggap tidak bankable,” ucap Teten dalam wawancara tersebut (van).

Exit mobile version