Peluangnews, Jakarta – Kasus kebocoran informasi Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) Mahkamah Konstitusi (MK) terkait putusan batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dilaporkan ke Bareskrim Polri.
Laporan yang dilayangkan oleh Pengacara Pembela Pilar Konstitusi (P3K), Maydika Ramadani ini diterima dan terdaftar dengan nomor STTL/432/XI/2023/BARESKRIM POLRI, tertanggal 8 November 2023.
Menurut Maydika, kasus kebocoran ini merupakan pelanggaran berat dan tidak dapat ditolerir.
Selain itu, ia juga menilai, kebocoran ini telah menyebabkan kegaduhan dan permasalahan nasional yang berdampak pada hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap Mahkamah Konstitusi.
“Berkenaan dengan bocornya rapat permusyawaratan hakim (RPH) MK, kami Pengacara Pembela Pilar Konstitusi (P3K) merasa perlu untuk mewakili masyarakat Indonesia dalam membuat laporan kepolisian,” ujar Maydika kepada awak media, Kamis (9/11/2023).
Oleh karena itu, Maydika berharap agar pihak kepolisian dapat dapat turun tangan dan menemukan pelaku kebocoran yang dimaksud oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
“Agar melakukan penegakkan hukum dengan menemukan para pelaku, agar bocornya Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) MK ini tidak terjadi dan tidak terulang lagi ke depannya. Serta agar dapat kembali menimbulkan keyakinan masyarakat terhadap MK,” tuturnya.
Sebelumnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitus (MKMK) membacakan putusan nomor 5/MKMK/L/10/2023 terkait laporan pelanggaran kode etik yang dilakukan enam hakim MK yang terlapor secara kolektif atau bersamaan.
Keenam hakim MK tersebut di antaranya yaitu Manahan Sitompul, Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan M Guntur Hamzah.
“Majelis kehormatan tidak berwenang menilai putusan Mahkamah Konstitusi in casu Putusan Mahkamah konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023,” kata Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023).
“Hakim terlapor terbukti tidak dapat menjaga informasi rahasia dalam rapat permusyawaratan hakim yang bersifat tertutup sehingga melanggar prinsip kepantasan,” tambahnya.
Atas perbuatannya, keenam hakim MK itu dinilai telah terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan dijatuhi sanksi teguran lisan.