Brunei Darussalam punya kampung terapung terbesar di dunia. Usianya telah 13 abad lebih.Petualang Antonio Pigafetta menyebutnya “Venice (di) Timur”. Fasilitasnya modern.
KAMPUNG Ayer yang merupakan kampung air terbesar dan bersejarah di dunia. Didirikan pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Shah (1363-1402). Sejak saat itu, penduduk berbondong-bondong mengisi kekosongan wilayah kampung. Di masa lalu, daerah kampung ini merupakanbandar yang sibuk, pelabuhan utama untuk para pengekspor barang ke Brunei Darussalam.
Kampung ini tak cuma bertahan awet menyeberangi berabad-abad waktu. Nyatanya, makin hari Kampong Ayer makin pesat berkembang. Lebih dari 30.000 orang bermukim di sana.Inilah kampung terbesar di Brunei Darussalam. Di sekelilingnya kiri kanan terdapat 42 kampung kecil lain yang mengitari Kampong Ayer. Seperti, Kampung Sungai Kedayan, Sungai Asam, Pekan Lama, Sungai Pandan, Lurong Dalam, Lurong Sikuna.
Antara kampung satu dan yang lain saling terhubung dengan jembatan kayu nan klasik sepanjang lebih dari 29.140 meter dan merangkum 4,200 hunian, termasuk rumah kediaman, masjid, restoran, kedai, sekolah dan sebuah rumah sakit. Jaluruntuk pejalan kaki yang panjang total jenderal 36 kilometer menghubungkan bangunan-bangunan di kampung apung raksasa ini.
Meskipun bentuk bangunan berupa rumah panggung kayu sederhana yang berdiri di atas air, desa ini sudah dialiri listrik yang memadai, AC dan jaringan internet. Tak disangka Kampong Ayer juga sudah dilengkapi fasilitas publik seperti rumah sakit, sekolah, pertokoan, sampai restoran.Sebagaimana kelengkapan fasilitas perkampungan modern di darat, Kampong Ayer pun memilikinya.
Beberapa orang kampung juga beternak ayam dan bercocok tanam dalam pasu (bejana atau jambangan dari tanah). Rumah-rumah kediaman daerah ini mempunyai ciri seni bina unik—interior rumah-rumah kayu tersebut penuh hiasan dinding yang apik.
Kiranya ak berlebihan jika petualang Portugis Ferdinand Magellan pernah datang ke sana pada abad ke-16. Wilayah kampung ini mirip dengan Kota Venesia di Italia sehingga dijuluki ‘Venesia dari Timur’, tatkala armada Ferdinand Magellan singgah di kawasan itu pada tahun 1521.
Wisatawan yang ingin datang ke sana tak usah khawatir memikirkan bagaimana cara menempuh Kampong Ayer. Disuperkampung apung itu tersedia transportasi air berupa perahu kayu atau biasa disebut dengan taksi air. Ada pula speedboat yang siap mengantarkan Anda yang ingin berwisata menyusuri kampung sederhana ini.
Kita bisa naik ojek perahu dari dermaga depan Mall Yayasan Sultan, Pasar Tamu Kianggeh, atau dermaga-dermaga kecil di sepanjang pinggir Sungai Brunei.Tarif jarak dekat biasanya 1 BND per orang, untuk sekali penyeberangan.Ojek perahu bisa juga disewa seharian untuk berwisata menyusuri Sungai Brunei menuju arah hulu.Di sana andadapat menengok bekantan (kera hidung merah, seperti maskot Dufan) di habitat aslinya. Tarifnya, perlu negosiasi.Masuk ke Museum Kampong Ayer biayanya gratis, no admission.