
PeluangNews, Jakarta – Warga Desa Karangbaru, Kecamatan Cikarang Utara, meminta Dinas Koperasi Kabupaten Bekasi segera mengevaluasi proses pembentukan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih, karena dinilai mereka melanggar ketentuan.
Dwi Azhar Muchlis, perwakilan warga melaporkan masalah tersebut ke Inspektorat Kabupaten Bekasi.
Dalam laporannya melalui surat resmi bernomor 001.E.IX.2025, disebutkan bahwa pembentukan koperasi itu tidak sesuai Petunjuk Pelaksanaan Menteri Koperasi Nomor 1 Tahun 2025, terutama terkait penunjukan pengurus dan pengawas koperasi.
Menurut Dwi Azhar, Ketua Koperasi Desa Merah Putih yang ditetapkan oleh pemerintah desa merupakan kakak ipar Kepala Desa Karangbaru, yang berarti memiliki hubungan keluarga semenda.
Padahal, sesuai BAB III pasal 1 ayat 3 huruf A dalam petunjuk pelaksanaan tersebut, pengurus koperasi tidak boleh memiliki hubungan darah atau semenda dengan pejabat pemerintahan desa.
“Karena itu, evaluasi perlu segera dilakukan agar tidak menimbulkan konflik kepentingan dan melanggar prinsip tata kelola yang baik di tingkat desa,” kata Dwi Azhar.
Selain itu, laporan warga juga menyoroti penetapan Kepala Desa Karangbaru, Komarudin Ambarawa, sebagai pengawas koperasi secara otomatis, yang dinilai mereka batal demi hukum.
Pasalnya, Komarudin bermasalah dengan hukum. Dia pernah melakukan tindak pidana sebagaimana tertuang dalam putusan Pengadilan Negeri Cikarang Nomor 685/Pid.B/2020/PN Ckr.
Berdasarkan putusan tersebut, Komarudin Ambarawa yang menjabat sebagai Kepala Desa Karangbaru terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam pasal 378 KUHP.
Dia dipidana penjara selama lima bulan, sebagaimana diputuskan dalam sidang terbuka pada 25 Februari 2021 oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Cikarang yang diketuai oleh Ali Sobirin, S.H., M.H.
Komarudin terbukti melakukan penipuan terkait penyewaan Tanah Kas Desa (TKD) kepada warga bernama Rissem, dengan nilai mencapai Rp400 juta, yang kemudian baru dikembalikan setelah kasusnya bergulir di kepolisian.
“Kami warga mendesak aparat penegak hukum dan inspektorat untuk segera menindaklanjuti laporan ini. Pembentukan koperasi ini jelas melanggar aturan dan cacat hukum karena melibatkan pejabat yang pernah divonis pidana,” kata Dwi Azhar Muchlis, pelapor warga Desa Karangbaru.
Kasus di Karangbaru itu, sejalan dengan hasil riset Center of Economic and Law Studies (Celios) yang mengungkap sederet persoalan hukum pembentukan Kopdes Merah Putih yang digagas Prabowo Subianto.
Peneliti Celios Muhammad Saleh menyebutkan, pembentukan Kopdes Merah Putih sarat pelanggaran terhadap prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan berpotensi menimbulkan masalah hukum.
Menurut Saleh, hingga saat ini pemerintah belum pernah merilis kajian hukum atau naskah akademik yang menjadi dasar pembentukan Kopdes Merah Putih.
“Baik kepala desa, NGO, akademisi, maupun masyarakat sipil tidak menerima satu pun kajian tertulis. Yang terjadi justru kepala desa diminta menonton video lalu diberi instruksi untuk segera membentuk koperasi,” ujar Saleh saat memaparkan riset tersebut secara daring (18/6/ 2025).
Padahal, lanjut Saleh, menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, setiap kebijakan publik harus mengacu pada prinsip kehati-hatian dan dasar hukum yang objektif. Ketiadaan kajian yang mendalam dinilai melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).
Celios juga menyoroti minimnya transparansi dalam perumusan kebijakan Kopdes Merah Putih. Mengacu pada UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, masyarakat memiliki hak untuk mengetahui seluruh tahapan kebijakan pemerintah, mulai dari perencanaan hingga evaluasi. Namun, menurut Saleh, pembentukan Kopdes tidak disusun secara terbuka.
“Program ini bahkan tidak tercantum eksplisit dalam program astacita milik pemerintahan Prabowo-Gibran. Kopdes muncul tiba-tiba di tiga bulan pertama pemerintahan. Ini menunjukkan lemahnya proses perencanaan,” kata Saleh, menambahkan. []