Jakarta (Peluang) : Kenaikan suku bunga acuan berdampak negatif pada keberlangsungan dunia usaha.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta Bank Indonesia (BI) tidak menaikkan suku bunga acuannya lagi, agar pelaku usaha bisa menjalankan usaha dengan lancar dan terakselerasi masuk ke perdagangan global.
“Ke depan, kami berharap agar ekonomi global segera membaik, sehingga tidak ada kenaikan suku bunga acuan BI lagi,” kata Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid dalam acara BNI Investor Daily Summit di JCC Senayan, Rabu (12/10/2022).
Kenaikan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) pada Agustus 2022 sebesar 0,25 basis poin (bps), dari sebelumnya 3,50 persen menjadi 3,75 persen.
Menurut Arsjad, kenaikan suku bunga acuan itu berdampak negatif pada keberlangsungan dunia usaha, khususnya di sektor properti, transportasi, pariwisata, dan usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang baru saja memulihkan diri dari tekanan Covid-19.
“Kami perlu kaji dampaknya kepada pelaku usaha industri Indonesia yang masih rentan pasca pandemi. Kenaikan suku bunga BI akan memicu gejolak di berbagai aspek, khususnya memberikan efek domino negatif terhadap pelaku usaha,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan kenaikan suku bunga acuan BI akan berdampak pada kenaikan suku bunga kredit. Sehingga beban bunga yang ditanggung sektor usaha yang mengambil pembiayaan dari perbankan menjadi bertambah.
Kondisi ini akan memperlambat sektor usaha untuk melakukan ekspansi usahanya. “Dampaknya kenaikan suku bunga ini akan berpotensi menaikan suku bunga riil,” kata Arsjad.
Menurutnya, kebijakan tersebut menjadi salah satu tantangan akselerasi Indonesia masuk ke perdagangan global, terutama di tengah situasi ketidakpastian global dan ancaman resesi.
Selain pengetatan kebijakan moneter yang disebabkan oleh inflasi tinggi. Arsjad mengungkapkan bahwa tantangan investasi menjadi hambatan lainnya dalam langkah Indonesia masuk ke perdagangan global saat ini.
Tantangan tersebut, yakni daya saing UMKM yang belum optimal. “Karena masih belum banyak UMKM yang dibina untuk menghasilkan produk berdaya saing global. Terutama dalam aspek perizinan usaha, standardisasi sertifikasi, dan perluasan akses pasar secara global,” kata Arsjad.
Kemudian, lanjutnya, investor masih tertarik berinvestasi di Pulau Jawa. Serta implementasi Online Single Submission (OSS) di daerah masih belum sempurna dan merata, terutama di luar Pulau Jawa.
“Dalam menghadapi berbagai tantangan tersebut kita harus bergotong-royong bersama untuk mengambil peluang yang optimal dari perdagangan dan investasi global,” ujarnya.
Namun menurut Arsjad, Kadin Indonesia memahami alasan BI menaikkan suku bunga sebanyak dua kali pada Agustus dan September. Ini merupakan kebijakan untuk mengendalikan tingkat inflasi tetap rendah.
“Secara umum Kadin memahani alasan yang dikemukankan oleh BI dalam menaikkan suku bunga yaitu untuk kendalikan ekspektasi inflasi,” tandasnya.