hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Yang Kadaluwarsa Yang (Tetap) Berharga

Hobi mengoleksi uang lama  bisa juga jadi investasi. Uang produk era Revolusi (1945-1949) dinilai lebih menarik. Orang Belanda banyak yang berburu uang buatan tahun 1933-1939. Harganya konon bisa mencapai Rp1 miliar.

Numismatik sebagai hobi belum populer. Numismatik itu, gampangnya, adalah kolektor uang lama/kuno. Masuk akal jika hanya kalangan yang paham dan serius yang mau bersusah-susah berburu uang lama.

Uang yang untuk memperolehnya tak gampang, tapi tidak berlaku pula sebagai alat tukar. Istilah numismatik dipungut dari bahasa Latin, numisma, nomisma: “koin”; dari bahasa Yunani, νομίζειν nomízein: “menggunakan sesuai hukum”.

Jadi, inilah sebuah studi atau kegiatan mengumpulkan mata uang, termasuk koin, token, uang kertas, dan benda-benda terkait lainnya. Komunitas numismatis awalnya hanya terpusat di Surabaya, Jakarta, dan Bandung.

Namun, sejalan dengan semakin berkembangnya media sosial dan aktivitas blogging, perkembangan komunitas pecinta uang kuno pun makin marak. Pergerakan para kolektor uang kuno saat ini telah merambah hingga ke daerah-daerah, bahkan sampai ke tingkat kabupaten.

Dari situs OLX.co.id, mdoeang.com, dan jualo.com, misalnya, terlacak begitu banyak tempat penjualbelian uang kadaluwarsa. Terbanyak di Pulau Jawa  (Jakarta, Surabaya, Semarang, Pasar Klithikan Yogyakarta, Bandung, Solo, Banyuwangi, Klaten, Cianjur, Brebes, Kediri Tasik Malaya, Madiun, Bantul, Tangerang, Depok, Malang, Bekasi, Purbalingga, Kudus).

Di Sumatera (Medan, Deli Serdang, Padang, Agam, Pakanbaru, Palembang). Di Sulawesi (Makassar, Kota Baru, Bone). Di Kalimantan (Tanah Laut, Banjarbaru, Nunukan).

Rerata penggemar uang kadaluwarsa ini memang perorangan. Diduga, hanya sebagian kecil bergabung ke dalam komunitas. Adapun wadah penampung kelompok hobi tersebut memang tak banyak. Di masa lampau pernah ada.

Yang masih eksis dewasa ini adalah perkumpulan besar seperti Asosiasi Numanistis Indonesia (ANI) dan Club Oeang Revolusi (Core). Banyak juga komunitas yang berbasis pada tempat langganan berkumpulnya para pecinta uang kuno. Salah satunya adalah komunitas uang kuno di Pasar Klithikan Pakuncen Yogyakarta yang bernama Numismatik Jogjakarta.

Koleksi uang kuno di Yogya sangat banyak. Sejalan dengan karakter masyarakat di sini senang menyimpan barang lama. Barang-barang itu ditemukan oleh anak cucu mereka, termasuk uang, lalu dijual.

“Orang Yogya zaman dulu kurang percaya pada bank, dan lebih suka menyimpan uang di bawah bantal,” ujar Wisnu Murti, seorang kolektor senior.Kedudukan Yogya memang agak spesifik. Selain pernah menjadi Ibukota negara, percetakan uang pertama kali juga ada di kota ini.

Selain Yogya, Jawa Timur juga kaya dengan mata uang yang lebih kuno. Di tiap kabupaten Jawa Timur banyak sekali ditemukan uang kepeng Cina. Kepeng Cina tersebut terutama berasal dari Dinasti Song dan Ming. Mereka sampai ke Nusantara untuk berniaga.

“Ketika bertransaksi dengan penduduk lokal, mereka menggunakan mata uang yang dibawa dari negerinya masing-masing. Akibatnya, banyak mata uang asing dari berbagai negara beredar di kepulauan Indonesia,” ujar Trigangga, mantan Kurator Numismatik Museum Nasional.

Apa manfaat hobi ini? Bergabung dalam komunitas bisa menjadi investasi tersendiri bagi para kolektor. Sebab, harga jual sebuah uang kuno setiap bulan selalu naik. Mereka dituntut cermat dan pintar-pintar merawat uang. Uang kertas, misalnya, cepat rusak karena kelembaban tinggi. Jadi, harus dimasukkan ke dalam album dan dijaga baik-baik kelembabannya.

Fasilitasi teknologi memungkinkan sesama penggemar uang lama berinteraksi lebih intens. Kalau dulu, kebanyakan anggota komunitas tidak saling mengenal. Banyak yang sibuk sendiri-sendiri dan sekadar mengumpulkan uang sendiri. Dengan adanya wadah untuk kalangan numismatis, mereka jadi sering berkumpul dan jadi saling mengenal akrab. Otomatis, anggotanya pun menjadi semakin banyak.

Anggota komunitas Core saat ini mungkin ribuan orang. Mereka berasal dari berasal dari berbagai daerah. Ratusan di antaranya aktif dan sering kumpul. Sebagian besar tidak proaktif karena kesibukan masing-masing. Komunitas juga menggelar pameran, seminar, jual beli dan lelang di Museum Bank Indonesia. Mereka difasilitasi oleh PT Pos Indonesia (Persero) untuk pameran lima kali dalam setahun, dalam skala nasional. Baik itu di Surabaya, Jakarta, Semarang, maupun Yogya.

Di antara uang lama yang paling banyak diburu adalah ‘oeang’ revolusi terbitan pemerintah Republik Indonesia periode 1945–1949. Keberadaan Oeang Revolusi ini pantas diperkenalkan kepada numismatis dunia, khusus numismatis Indonesia dan generasi muda. Namun, secara umum, banyak kolektor lebih asyik melihat dan memperhatikan uang terbitan prakemerdekaan. Soalnya, uang buatan pemerintah kolonial Belanda itu dinilai lebih menarik.

Kolektor dari Eropa banyak yang memburu uang kuno Indonesia keluaran 1933-1939. Harganya mencengangkan. Satu lembar uang keluaran 1933 bisa dijual sampai Rp1 miliar.

Sayangnya, sejauh ini belum ada regulasi yang melarang uang dari seri atau periode tertentu keluar dari wilayah NKRI. Sayangnya lagi, kolektor Indonesia terbiasa langsung menghubungi kolega asingnya jika memperoleh barang berhaga di atas Rp5 juta.●(dd)

pasang iklan di sini