
Peluang News, Bali – Wacana Presiden Joko Widodo akan menjadi ketua umum Partai Golkar menggantikan Airlangga Hartarto memunculkan pro dan kontra di kalangan elite dan pengamat politik.
Wacana tersebut ternyata muncul dari internal partai beringin itu sendiri. Salah satunya diajukan oleh Dewan Pakar Partai Golkar, Ridwan Hisjam. Alasannya Jokowi dianggap bagian dari Golkar karena pernah memimpin asosiasi pengusaha di bawah partai berkuasa pada masa Orde Baru itu.
Karakter kepemimpinan Jokowi selama dua periode pemerintahan juga disebut merepresentasikan konsep karya kekaryaan yang merupakan doktrin utama Golkar.
Wacana Presiden Jokowi dan calon wakil presiden (cawapres) Gibran Rakabuming menjadi kader hingga pimpinan tertinggi Partai Golkar pun mendapat tanggapan dari Ketua Dewan Pembina DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie alias Ical.

Ical menegaskan bahwa Jokowi atau Gibran memang dapat menjadi kader Partai Golkar. Namun, untuk menjadi ketua umum partai beringin bukanlah hal mudah dan dapat dipastikan begitu saja.
Partai Golkar, kata dia, memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang mengatur syarat-syarat untuk menjadi ketua umum.
“Kalau (jadi) ketum itu ada aturannya. (Harus kaderisasi selama lima tahun) ya dong, namanya juga organisasi,” jelas mantan ketua umum Golkar itu di Nusa Dua, Badung, Bali.
Dia mengutarakan terdapat jalur lain yang bisa ditempuh oleh Jokowi dan Gibran untuk menduduki posisi tertinggi di Partai Golkar. Salah satunya yakni dengan mengubah aturan AD/ART partai jika seluruh pengurus Golkar di semua provinsi menginginkan hal tersebut.
“Jika seluruh (pengurus Golkar) di seluruh daerah mau, ya bisa (mengubah AD/ART untuk Jokowi atau Gibran menjadi ketua umum Golkar),” tandasnya.
Namun, jika tidak memungkinkan melalui cara tersebut, Jokowi atau Gibran masih memiliki peluang untuk menjadi ketua Golkar. Jalur terakhir yang bisa ditempuh adalah dengan menjalani proses kaderisasi selama lima tahun, seperti halnya kader Golkar lainnya.
Sementara itu, pengamat politik M Qodari berpandangan bahwa Gibran mampu memimpin Partai Golkar. “Saya kira elite politik jangan menganggap enteng Mas Gibran. Elite politik jangan mengulangi kesalahan menjelang Pilpres 2024, banyak orang yang meragukan kemampuan Gibran,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Barometer itu dalam keterangan tertulisnya, Minggu (17/3/2024).
Qodari mengemukakan hal itu untuk menanggapi keraguan para pengamat dan elite politik terhadap kemampuan Gibran dalam bursa calon ketua umum Golkar.
“Dalam berdebat, misalnya, jadi saya kira harus belajar dari pengalaman itu, agar jangan terlalu prasangka terhadap kemampuan Gibran,” ujarnya.
Menurut Qodari, sosok Gibran memiliki kemampuan di atas yang orang bayangkan seperti dalam Pilpres 2024 lalu. Sehingga Qodari yakin jika diberi kesempatan, Gibran juga akan mampu menjalankan organisasi Partai Golkar.
Tentu dalam perjalanannya, tambah dia, Gibran dapat memaksimalkan tim yang solid dan kuat untuk menjalankan roda organisasi.[]