hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza
Opini  

Jokowi Atur Arah Politik? Prabowo Pemimpin Berdaulat

Warga Jakarta berharap era Prabowo Peluang Lapangan Kerja Besar
Ilustrasi: Pengambilan sumpah Presiden Prabowo Subianto/dok.mpr

Oleh: Edy Mulyadi

CAWE-CAWE Jokowi terhadap pemerintahan Prabowo makin terang-benderang. Alih-alih legowo lengser dari kursi Presiden, Jokowi justru terus (berupaya) mendikte. Terbaru, pada 19 September 2025, dia memerintahkan seluruh relawannya mendukung pasangan Prabowo-Gibran dua periode.

Instruksi itu jelas dan pasti bukan dukungan tulus. Si Manusia Merdeka Muhammad Said Didu menilai, ini tantangan terbuka Jokowi kepada rakyat Indonesia. Jokowi ingin memperlihatkan bahwa dirinya masih berkuasa. Masih bisa mengatur arah politik negeri. Bahkan masih mampu menentukan masa depan Presiden Prabowo. Pertanyaannya: kenapa Jokowi begitu ngotot? Apa yang membuat dia tidak bisa diam?

Jawabannya sederhana: Panik!
Ya, Jokowi dan keluarganya kini sedang panik karena terpojok. Tuntutan rakyat untuk mengadili Jokowi atas segala kebijakan selama 10 tahun kekuasaan semakin gencar. Mulai dari karpet merah bagi oligarki, penyerahan sumber daya alam ke asing, utang menumpuk, hingga pengebirian demokrasi.

Bukan hanya itu, gelombang desakan pemakzulan Gibran juga terus menguat. Posisi Gibran sebagai wakil presiden memang penuh cacat hukum sejak awal. Itu masih ditambah dengan riwayat pendidikan yang kusut dan ruwet. Ijazah SMA-nya tidak jelas. Lebih parah ketimbang bapaknya yang sudah parah.

Jika tuntutan ini berhasil, maka Jokowi dan keluarganya ikut terseret. Reputasi (maksudnya kalau dia merasa punya reputasi), jaringan bisa runtuh seketika. Yang paling mereka takutkan, bahkan perlindungan politik langsung buyar.
Karena itu, wajar jika Jokowi panik. Dia butuh memastikan anaknya tetap menempel pada Prabowo. Jaminan itu bahkan sampai 2029. Paket Prabowo-Gibran dua periode adalah jaring pengaman terakhir dinasti Jokowi.

Pegiat media sosial LIRA (Naz Lira) menilai, pernyataan Jokowi sejatinya warning terselubung bagi Prabowo. Pesannya clear: kalau mau aman, jalankan skenario yang saya tentukan. Kalau tidak, Jokowi siap mengguncang politik.

Ini bukan pertama kali. Pada 6 Juni 2025, Jokowi sudah menegaskan bahwa pemilihan presiden adalah satu paket. ‘Ancaman’ disampaikan saat wacana pemakzulan Wapres Gibran makin kencang. Artinya, jika Gibran jatuh, Prabowo juga harus ikut jatuh. Inilah cara Jokowi menekan, sekaligus menunjukkan bahwa dia masih merasa berkuasa.

Kalau tuntutan rakyat makin besar dan berhasil, Jokowi serta keluarganya akan menghadapi masa sulit. Bukan tidak mungkin proses hukum menanti. Semua dosa politik dan kebijakan yang menyengsarakan rakyat bisa diseret ke meja hijau.

Inilah sebabnya Jokowi berusaha keras memastikan Gibran tetap di lingkaran kekuasaan. Selama anaknya aman, Jokowi merasa punya tameng. Selama paket Prabowo-Gibran berjalan, dia merasa masih bisa bernapas lega. Jangan lupa, pada 2021 lalu, lembaga internasional OCCRP bahkan menobatkan Jokowi sebagai “finalis koruptor dunia”. Label memalukan ini bukan main-main, dan bisa jadi ancaman serius jika proses hukum kelak dibuka.

Tapi rakyat tidak boleh terkecoh. Dinasti politik ini hanya akan memperpanjang penderitaan bangsa. Kita harus mengingatkan: negeri ini bukan warisan keluarga Jokowi. Bukan pula arena percobaan politik dinasti.

Pada titik ini, publik menilai Prabowo pun sedang dipaksa berada dalam posisi sulit. Dia sudah menyatakan soal dua periode adalah urusan dirinya dan Tuhan. Bukan urusan pihak lain, termasuk, tentu saja, Jokowi. Itu sinyal bahwa Prabowo tidak mau dijadikan boneka.

Kita harus dukung untuk sikap ini. Prabowo sedang menghadapi tekanan luar biasa dari dinasti politik yang tidak mau mati. Rakyat mesti berdiri di belakang Prabowo untuk menolak segala bentuk intervensi Jokowi.

Sejarah harus mencatat, Prabowo bukan sekadar perpanjangan tangan Jokowi. Dia, harusnya, adalah pemimpin yang berdaulat. Punya jalannya sendiri. Itulah sebabnya dukungan rakyat sangat penting agar dia bisa melepaskan diri dari belitan cawe-cawe yang kotor.

Cawe-cawe Jokowi bukan lagi sekadar intervensi, tapi upaya mempertahankan dinasti dari ancaman runtuhnya legitimasi. Karena itu, rakyat tidak boleh diam. Kita harus berdiri bersama, mendukung Presiden Prabowo agar tidak tunduk pada tekanan keluarga politik yang rakus.

Indonesia terlalu besar untuk digerakkan oleh satu orang. Apalagi jika orang itu adalah Jokowi. Terlalu agung untuk dijadikan sandera oleh satu keluarga. Sudah saatnya kita hentikan politik dinasti, demi menyelamatkan bangsa ini.
[]

[Penulis adalah wartawan senior]

pasang iklan di sini