Jimly: Pemerintah Sebaiknya Menerima Penggunaan Hak Angket DPR

Foto: Jimly Asshiddiqie| Dok. Ist

Peluang News, Jakarta – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie berharap pemerintah sebaiknya menerima penggunaan hak angket DPR RI.

Sebab, dalam dua periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo belum ada satupun hak angket yang dipakai.

“Adanya hak angket ini, misalnya, terjadi, saya malah apresiasi supaya dalam catatan sejarah, di era pemerintahan Jokowi ada hak angket dipakai,” kata Jimly usai bertemu dengan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto di Jakarta, Senin (26/2/2024).

Sebagaimana diketahui, saat ini wacana penggunaan hak angket DPR terkait dugaan kecurangan Pemilu 2024 lalu tengah masif bergulir. Kubu Paslon 01 dan 03 sepakat menggunakan hak angket yang diinisiasi PDI Perjuangan itu untuk membuktikan kecurangan/pelanggaran dalam pelaksanaan pemilu lalu.

Saat pertemuannya dengan Airlangga, Jimly mengaku menyampaikan keresahannya akan kondisi politik saat ini. Dia menilai perlu adanya evaluasi terhadap reformasi yang sudah berumur 25 tahun ini.

“Saya bilang momentum sekarang ini bisa nggak dipakai untuk supaya orang move on. Kita ajak publik ini berpikir tentang masa depan, perbaikan sistem termasuk bila disepakati itu jadi ide soal perubahan ke-5 UUD,” ujar Jimly, menandaskan.

Jimly mengungkapkan banyak hal yang didiskusikan dengan Airlangga Hartarto selalu ketua umum Partai Golkar, mulai dari evaluasi sistem politik, amandemen ke-5 UUD 1945 hingga hak angket dalam pemilu.

Dia menyoroti sistem threshold 20 % yang perlu dikaji ulang. Hal itu demi menciptakan iklim politik yang lebih adil.
Partai yang punya status sebagai peserta pemilu berhak mengajukan calon presiden

“Nggak usah pakai threshold-threshold-an. Jadi yang capres-nya jangan hanya orang Jateng, Jatim, Jabar, orang Palembang seperti saya juga bisa. Soal nggak menang ya tidak apa-apa. Jadi biar banyak, dari Papua, dari Bugis, itu antara lain yang saya bahas,” ungkap Jimly menjawab pertanyaan wartawan.

Sistem threshold merupakan ambang batas minimal persentase kepemilikan kursi di DPR atau persentase peraihan suara bagi partai politik atau gabungan partai politik untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden.

Jimly juga meminta pandangan dari Airlangga Hartarto dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum Partai Golkar terkait dengan kemungkinan diterapkan amandemen ke-5 UUD 1945. Dia menyarankan sekaligus memitigasi kekecewaan supaya orang move on agar berpikir ke depan.

“Prinsipnya dia (Airlangga) setuju, tapi timing-nya dia masih ragu,” tambah Jimly. []

Exit mobile version