AMANG, petani jeruk California di Kampung Baru Nagri, Desa Sukajaya, Kecamatan Lembang, Bandung Barat, Ia mengaku memiliki 2,5 hektare kebun jeruk. Ia biasanya memanen jeruk 4 ton per bulan. Biasanya dijual ke perusahaan minuman kemasan. Per kilogram Rp35.000. Kini, harga jeruk anjlok hingga Rp7.000.
Selain harganya anjlok, hasil panen tidak ada pembeli. Jika sebelumnya Amang bisa berpendapatan Rp 24 juta dari 4 ton jeruk dengan harga terendah. Namun kali ini boro-boro dapat harga terendah, laku saja tidak. “Akhirnya saya biarkan saja jeruk tak dipanen karena dipanen pun rugi,” katanya.
Amang mengaku karena tidak dipanen, jeruk pun kian menguning dan kemudian jatuh. Jeruk itu akhirnya membusuk. Amang mengaku, kejadian serupa dialami oleh rekan petani lainnya. Sebut saja Jaja dan Dadang Sopandi. Mereka juga mengalami nasib serupa karena jeruk mereka tidak ada pembeli. Amang berharap pemerintah atau pihak swasta untuk membeli jeruk mereka. Ia tidak mempersoalkan jeruk dibeli dengan harga terendah, yang penting laku.
Harga jeruk petani Lembang anjlok dan tidak ada yang membeli karena mereka dihajar produk impor. “Komisi IV beberapa bulan lalu dalam rapat dengar pendapat sudah menyampaikan bahwa buah impor, termasuk jeruk, tidak lagi masuk pasar swalayan, tetapi sudah dijual di desa,” ujar Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Dedi Mulyadi.
Coba perhatikan penjual buah keliling seperti di mobil atau dipikul sampai ke rumah-rumah, saking banyaknya. “Itu semua produk impor. Jadi, bohong kalau menyebut bahwa produk impor hanya untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Faktanya, buah impor sudah masuk ke eceran di desa,” kata Dedi. Jika metodologi distribusi produk impor sudah sampai jaringan ritel nonswalayan, kehancuran petani local tinggal soal waktu. Wasalam untuk petani buah lokal.
Dedi Mulyadi minta pemerintah segera turunkan dana untuk serap gabah petani Dedi mengatakan, pihaknya sudah beberapa kali meminta bahwa Dirjen Holtikulutra pada Kementerian Pertanian agar lebih selektif dalam memberikan rekomendasi izin impor. Jangan sampai pemerintah impor produk yang sebenarnya bisa disediakan oleh petani lokal. “Itu menyebabkan over supplay, akhirnya produk petani lokal tidak laku,” ujar mantan Bupati Purwakarta itu.