
PeluangNews, Jakarta – Menjelang Natal 2025 dan Tahun Baru 2026, harga sejumlah komoditas pangan mulai merangkak naik di berbagai pasar tradisional.
Fenomena ini selalu terjadi setiap tahunnya di saat perayaan hari besar keagamaan dan pergantian tahun. Pemerintah sejatinya mampu menjaga stabilitas harga pangan di pasar agar tidak memberatkan masyarakat?
Kenaikan harga pangan diantaranya terjadi pada beras premium, cabai, bawang, hingga minyak goreng bersubsidi, Minyakita.
Menurut Sekjen Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Reynaldi Sarijowan, harga pangan yang meningkat kali ini mencakup berbagai komoditas penting.
Sejak 3 Desember 2025, beras medium terpantau relatif stabil, namun beras premium masih berada di level tinggi sekitar Rp15.500–Rp15.600 per kilogram.
Komoditas cabai juga menjadi salah satu kelompok yang paling mengalami lonjakan. Cabai merah keriting tercatat di harga Rp65.000 per kilogram, cabai rawit Rp69.000 per kilogram, dan cabai merah TW dibanderol Rp68.000 per kilogram.
Lonjakan ini terjadi seiring semakin dekatnya momentum Natal dan Tahun Baru yang biasanya meningkatkan permintaan.
“Cabai mengalami lonjakan, tentu mengingat beberapa pekan lagi kita akan memasuki Natal dan Tahun Baru,” kata dia.
Hal senada juga pada bawang putih mulai bergerak ke kisaran Rp40.000 per kilogram dan bawang merah mencapai Rp49.000 per kilogram.
Sementara itu, harga ayam masih stagnan di kisaran Rp40.000 per kilogram, sedangkan telur berada pada rentang Rp30.500–Rp31.000 per kilogram.
Untuk gula pasir juga berada di kisaran Rp18.000 per kilogram. Namun, Reynaldi mengatakan minyak goreng Minyakita masih menjadi sorotan lantaran harganya masih berada di atas harga eceran tertinggi (HET). Minyak goreng curah ikut bergerak naik ke level Rp19.000 per liter.
“Minyakita ini yang menurut kami menjadi sorotan karena harganya masih di atas HET yang seharusnya Rp15.700 per liter sekarang di Rp17.850 per liter,” ucap dia.
Dia menegaskan belum turunnya harga minyak goreng Minyakita mengindikasikan adanya persoalan pada rantai tata niaga, baik dari sisi pasokan maupun regulasi yang berlaku.
Ikappi pun mempertanyakan mengapa harga Minyakita masih di atas HET, padahal pemerintah telah merevisi aturan terkait. Ketersediaan minyak goreng nasional yang melimpah seharusnya menjadikan harga lebih stabil.
Di sisi lain, Reynaldi mengutarakan bahwa gangguan logistik di Sumatra menjadi tantangan tambahan dalam distribusi komoditas pangan.
Ikappi tengah memetakan sejumlah kabupaten/kota yang terdampak kerusakan infrastruktur seperti putusnya jembatan, sehingga jalur darat tidak dapat dilalui.
Dia menambahkan kondisi ini menghambat pasokan ke wilayah Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, kecuali untuk makanan jadi yang bisa dikirim melalui jalur udara. Imbasnya, distribusi kebutuhan pokok, terutama komoditas pangan segar, masih sulit menjangkau sejumlah pasar di daerah itu. []







