Site icon Peluang News

Jelang Iduladha, Waspadai Penyakit LSD pada Hewan Ternak Ini Cirinya

Penulis: Widjajadi ( WJ )/Solo Red Nusantara Boyolali, Jawa Tengah Wabah virus lumpy skin disease ( LSD ) lebih sepekan terakhir ini menyergap ratusan ekor ternak sapi di wilayah Solo Raya. Di Kabupaten Boyolali, lebih 600 ekor ternak sapi mengalami benjol atau bentol pada kulitnya, sementara di Sragen sedikitnya 350 sapi pedagung juga terjangkiti. LSD merupakan penyakit kulit yang disebabkan gigitan vector seperti lalat, caplak dan nyamuk pada sapi dan kerbau, hingga berdampak munculnya benjolan pada hewan ternak sapi dan juga kerbau. " Jadi harus diwaspadai, dan ditangani secara serius," tukas, Kepala Dinas Peternakan ( Disnakkan ) Kabupaten Boyolali, Lusia Dyah Suciati, di kantornya, Rabu sore ( 18/1). Menurut dia, di Desa Pakang, Kecamatan Andong ada 606 ekor sapi suspek LSD dan 32 ekor sapi di antaranya, dinyatakan positif terjangkit penyakit LSD. Yang sembuh baru 20 ekor. Langkah yang sudah diambil Disnakkan adalah melakukan biosecurity dan cek hewan ternak yang akan dibawa ke pasar hewan yang ada di Kabupaten Boyolali. Juga melakukan vaksinasi ke hewan ternak yang terindikasi penyakit LSD. Kegiatan vaksin baru akan menyasar 3.700 ekor ternak sapi. Saat ini vaksin telah11 terdistribusi di UPT Puskeswan dan sebagian di kantor Disnakkan untuk melayani yang sekiranya emergency. "Kami sedang mengupayakan tambahan vaksin dengan melayangkan surat ke Provinsi Jateng," sergah Dyah. Pada saat sama Kepala Bidang Kesehatan Hewan (Keswan) Disnakkan Boyolali dokter hewan Afiany Rifdania menegaskan, hewan ternak yang terkena penyakit LSD menampakkan gejala benjolan di tubuh. " Ini tentu berpengaruh pada harga jual. Karena itu kami sarankan diobati dulu sebelum dijual. Pengobatan dan vitamin setiap 10 hari, disamping mendapatkan vaksinasi. Ini langkah mematikan virus dan mengobati bekas luka benjolan," ketua Afiany. Lebih dari itu, Disnakkan juga mengimbau kepada para petani atau peternak untuk selalu menjaga kebersihan dan menjaga asupan gizi pada hewan ternak. Sementara itu di Sragen, Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan Kabupaten Sragen Toto Sukarno mengatakan hingga saat ini jumlah sapi yang terjangkit LSD sebanyak 350 ekor. Untuk penularannya terjadi di hampir seluruh kecamatan. Perhari makin lama makin banyak. " Penularannya dari gigitan serangga, nyamuk, lalat yang gede, dan caplak. Kalau menggigit sapi yang sakit terus menggigit sapi ke kandang lain, penularan terjadi. Kulitnya jadi benjol benjol," papar dia sembari ditegaskan, telah dilakukan langkah langkah vaksinasi dan pengobatan. ( WJ ) Caption : Hamoir 1000 ternak sapi di Boyolali dan Sragen disergap virus LSD, yang memunculkab dampak benjol benjol pada tubuh hewan ternak. Petani berusaha keras mengobati dan mohon vaksinasi. ( MI/Widjajadi )

MASYARAKAT diminta mewaspadai penyakit Lumpy Skin Dease (LSD) atau penyakit lato-lato pada hewan ternak saat Iduladha, khususnya hewan yang akan dikurbankan. Sebab berbahaya bagi kesehatan manusia jika mengkonsumsi daging/karkas hewan ternak yang terjangkit LSD

Guru Besar Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Prof. drh. Widya Asmara, SU., Ph.D, menyatakan, penyakit LSD adalah penyakit pada sapi dan kerbau yang disebabkan oleh infeksi virus LSD.

Gejala yang timbul sangat bervariasi, dari ringan sampai berat. Dijelaskan Prof. Widya, gejala umum diawali dengan demam dan kadang diikuti dengan keluarnya ingus maupun leleran dari konjungtiva mata. Sedangkan gejala yang menciri adalah dengan munculnya nodul-nodul pada kulit. Nodul atau bintil-bintil ini tampak menonjol dengan diameter 2-5 cm, berbatas jelas, tersebar di daerah leher, punggung, perineum, ekor, tungkai dan organ genital.

“Nodul tersebut kemudian akan nekrosis dan meninggalkan luka yang dalam. Selain gejala pada kulit, biasanya dapat juga diikuti gejala pneumonia dengan lesi di mulut dan saluran pernafasan,” beber Prof. Widya Asmara, dalam siaran pers dari Humas UGM, yang dikutip pada Selasa (23/5/2023).

Tanda-tanda lain hewan yang terkena juga menunjukkan kepincangan, kekurusan dan untuk sapi perah akan terjadi penghentian produksi susu. Pada kasus-kasus yang parah maka akan dapat menimbulkan kematian.

Prof. Widya Asmara memaparkan, penyebab penyakit ini adalah virus LSD. Virus yang termasuk dalam Famili Poxviridae yang dapat menular langsung melalui keropeng kulit, leleran dari hewan sakit. Sedangkan penularan tidak langsung dapat melalui peralatan yang tercemar virus, pakan dan minuman
tercemar, ataupun melalui gigitan vektor (serangga penular).

Untuk angka kematian, jelas dia, sangat bervariasi. Semua sangat tergantung pada kondisi ternak dan ada/tidaknya serangga penular seperti nyamuk, kutu, dan caplak.

“Pada umumnya morbiditas atau angka kesakitan dapat mencapai 10 persen dan mortalitas atau angka kematian 1 hingga 3 persen,” ungkapnya.

Sayang untuk cara penyembuhan, diakui Prof Widya, tidak ada obat khusus anti virus LSD ini. Beberapa cara yang bisa dilakukan, sapi dapat diberi antibiotik untuk mengurangi infeksi sekender dan obat pengurang rasa sakit agar hewan tetap mau makan. Apabila hewan dalam kondisi baik dan tidak parah maka hewan dapat sembuh.

“Tersedia vaksin untuk mencegah, tapi ini untuk sapi yang tidak terinfeksi oleh virus Lumpy Skin Desease,” katanya.

Sebagai upaya antisipasi agar tidak semakin menyebar disarankan untuk hewan yang sehat dapat dilakukan vaksinasi. Dapat dilakukan pula upaya-upaya biosekuriti yang baik misalnya dengan meningkatkan kebersihan kandang, memberantas serangga penular seperti nyamuk, kutu, caplak.

Selain itu, dapat pula dilakukan pengawasan lalu-lintas ternak untuk mencegah masuknya hewan sakit. Virus pun dapat dibersihkan dengan beberapa larutan seperti ether (20 persen), kloroform, formalin (1 persen), fenol (2 persen selama 15 menit), natrium hipoklorit (2-3 persen), senyawa yodium
(pengenceran 1:33) dan senyawa amonium kuaterner (0,5 persen).

Lantas pertanyaan dapatkah karkas dari hewan terserang LSD dapat untuk dikonsumsi? Mengacu panduan FAO, Widya menambahkan karkas dari hewan yang menunjukkan lesi kulit bersifat lokal-ringan dan tidak ada demam maka harus dibuang bagian yang terkena karena tidak layak untuk dikonsumsi dan harus dimusnahkan. Sedangkan bagian yang tidak ada lesi masih diperbolehkan untuk konsumsi setelah dimasak dengan pemanasan yang baik.

“Tentunya karkas yang berasal dari hewan dengan kasus akut atau parah dilarang untuk dikonsumsi,” imbuhnya. (Ajie)

Baca Juga: Jelang Idul Adha, Kopsyah BMI Sediakan Hewan Kurban Dapat Diantar ke Tujuan

Exit mobile version