hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Jejak Inspirasi Dewi Motik dari Karya Tak Lekang Masa

Dewi Motik Pramono. Foto: Ratih
Dewi Motik Pramono. Foto: Ratih

PeluangNews, Jakarta-Tokoh wanita nasional Dewi Motik Pramono dikenal luas sebagai sosok multitalenta yang telah menorehkan kiprah panjang di berbagai bidang, mulai dari pendidikan, kewirausahaan, serta pemberdayaan sosial.

Mengawali karier sebagai model ternama, ia kemudian menapaki dunia pendidikan hingga menjadi salah satu figur perempuan pertama di Indonesia yang meraih gelar doktor di bidangnya. Kini, di usia lebih dari tujuh dekade, Dewi masih aktif mengajar sebagai dosen dan terus berkarya untuk menginspirasi generasi muda.

Salah satu perwujudan inspirasi yang hadir ditengah masyarakat adalah keberadaan Galeri Demono. Awal mula berdirinya Galeri Demono berangkat dari rasa cinta dan penghargaan anak Dewi, Moza Pramita Pramono, terhadap perjalanan hidup sang ibu.

Galeri tersebut merupakan hadiah ulang tahun ketika Dewi berusia 75 tahun. “Galeri Demono ini merupakan hadiah dari anak saya, waktu saya berusia 75 tahun,” kata Dewi, saat berbincang dengan PeluangNews, (25/10).

Salah satu koleksi pribadi Dewi Motik Pramono. Foto: Ratih
Salah satu koleksi pribadi Dewi Motik Pramono. Foto: Ratih

Dia lantas menceritakan tentang keinginan sang anak untuk mendirikan galeri ini. “Anak saya bilang, mama adalah top model pertama yang meraih gelar doktor S3. Mama juga membawahi sepuluh organisasi, mulai dari IWAPI, koperasi, pelukis, seniman, pengarang lagu, sampai penulis sembilan buku,” ujarnya.

Dewi menjelaskan, setiap akhir pekan galeri  tersebut ramai dikunjungi pelajar SMP, SMA, hingga mahasiswa. “Waktu umur saya 76, galeri ini ramai sekali. Anak-anak datang ke sini setiap Sabtu dan Minggu. Sekarang, anak saya membuat perayaan 80 tahun kemerdekaan dengan menampilkan wastra yang sudah saya koleksi selama 50 tahun,” tutur Dewi bangga.

Ia menambahkan, koleksi wastranya mencapai 20 lemari penuh. “Yang dipamerkan di sini baru sepuluh persen. Banyak kain yang saya dapat sebagai hadiah dari orang-orang,” ujarnya.

Dewi juga menegaskan pentingnya mencintai dan melestarikan wastra Nusantara. “Kalau bukan kita yang menghargai tenunan dan kain tradisional, siapa lagi yang mau? Saya selalu bilang, yuk kita mulai dari diri sendiri untuk menghargai kain tenun, batik, songket, dari 37 provinsi di Indonesia,” tegasnya.

Koleksi wastra milik Dewi Motik Pramono. Foto: Ratih
Koleksi wastra milik Dewi Motik Pramono. Foto: Ratih

Nilai itu pula yang ia turunkan kepada putrinya, Moza Pramono. “Saya selalu mengajarkan Moza untuk mencintai wastra Indonesia. Setiap saya pulang dari daerah, saya selalu membawa kain. Dari kecil dia sudah saya tanamkan untuk mencintai produk Indonesia. Kalau kita tidak melestarikan, siapa lagi yang mau?” ujarnya.

Dewi juga menyoroti perkembangan positif kain tradisional seperti dari Badui. “Biasanya kain Badui hanya biru dan hitam, tapi sekarang sudah ada warna merah. Itu artinya pemerintah melakukan sesuatu untuk mempromosikan kain Badui agar bisa dijual,” katanya.

Meski telah bertemu banyak tokoh dunia, mulai dari Lady Diana, Nelson Mandela, Indira Gandhi, Imelda Marcos, hingga Ibu Tien Soeharto, Dewi tetap rendah hati. “Saya bersyukur bertemu orang-orang hebat, karena tidak semua orang bisa. S2 saya di UI, S3 di UNJ, S1 di Amerika dan IKIP. Saya 76 tahun masih keliling jadi dosen,” ungkapnya sambil tersenyum.

Dewi juga menegaskan dukungannya terhadap pelaku UMKM wastra. “Dukungan saya sederhana: beli. Koleksi saya sebagian besar saya beli untuk mendukung para perajin. Saya menerima juga dari orang lain, tapi saya selalu membeli untuk membantu,” katanya.

Kain ulos. Foto: Ratih
Kain ulos. Foto: Ratih

Bagi Dewi, mengajar dan menulis merupakan bentuk pengabdian hingga akhir hayat. “Saya sudah 76 tahun, tapi saya tetap berkarya di pendidikan. Ini panggilan Tuhan. Saya masih laku, jadi saya ngajar terus,” ucapnya. “Saya terus berkarya nyata sampai akhir masa, karena bagi saya hidup adalah kesempatan untuk memberi manfaat bagi orang lain,” lanjutnya.

Dewi menutup dengan mengenang pesan ayahnya yang keras dalam menanamkan pentingnya pendidikan. “Ayah saya mengharuskan semua anaknya sampai pendidikan doktor. Itu jadi pegangan saya. Dari delapan bersaudara, enam di antaranya doktor,” katanya.

Dengan semangat dan dedikasi yang tak pernah padam, Dewi Motik Pramono terus menjadi simbol perempuan Indonesia yang cerdas, tangguh, dan menginspirasi lintas generasi.

pasang iklan di sini