SURABAYA-—Sebagai negara kepulauan seharusnya industri perkapalan di Indonesia punya potensi besar untuk berkembang. Kapal merupakan moda transportasi yang lebih ekonomis dibandingkan moda pesawat terbang.
Selain itu kapal juga punya fungsi strategis untuk suplai logistik, selain menyediakan kapal-kapal untuk keperluan nelayan. Sayangnya banyak industri pelayaran dalam negeri yang justru membeli kapal bekas buatan Jepang, Korea, dan Tiongkok dengan harga sangat murah.
Sayangnya, menurut Jangka Rulianto, Staf Pengajar Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Laut di Akademi Angkatan laut Surabaya Indonesia hanya bisa bermain di industri perbaikan kapal yang hasilnya jauh lebih kecil, jika dibandingkan dengan kita menguasai industri manufaktur.
“Hal ini jadi pertanyaan, apakah industri perkapalan lokal mampu menyediakan kapal kapal yang berkualitas dengan harga terjangkau atau justru sebaliknya,” ungkap pria kelahiran Banyuwangi, 18 Mei 1995 ketika dihubungi Peluang, Selasa (1/9/20) melalui WhatsApp.
Menurut peraih Magister Teknik Sistem Perkapalan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Industri Perkapalan Indonesia seharusnya bukan saja berperan di dalam negeri tetapi juga di pasar global.
“Kunci utamanya adalah sumber daya manusia ( SDM). Dengan SDM perkapalan yang unggul, meskipun kita memiliki keterbatasan terkait dengan komponen pendukung kapal, maka hal itu dapat ditangani. Asalkan ada SDM yang mampu bekerja dengan komitmen dan integritas tinggi,” papar profesional perencanaan galangan graving dock dan slipway dock PT Dukuh Raya Ship Yard ini.
Jangka tercatat sebagai milenial yang menoreh prestasi di tingkat internasional di bidang profesi perkapalan. Bersama Tim Basudewa pernah menyabet peringkat kedua di ajang International Worldwide Ferry Safety Design Competition 2018 di New York, Amerika Serikat.
“Itu sebetulnya kedua kalinya kami ikut lomba kompetisi desain kapal feri. Pada 2017, kami ikut tetapi tidak mendapatkan juara,” kenang dia.
Jangka menuturkan dunia maritim sempat dipandangnya sebelah mata. Seperti generasi milenial umumnya memandang laut sebagai nelayan dan kumuh. Namun perjalanan waktu pada SBMPTN 2014 membuat dia menjalani kuliah jurusan Teknik Sistem Perkapalan.
“Tuhan menunjukan kuasanya dan membuat saya jatuh hati pada dunia maritim,” imbuh Jangka.
Sebetulnya Jangka mempunyai hobi berenang semenjak kecil. Saat ini dia meluangan waktu seminggu dua kali renang di kolam renang KONI Jatim.
“Setelah berenang tubuh menjadi lebih bugar, dan kepercayaan diri saya meningkat. Hal ini sangat dibutuhkan sebagai amunisi untuk menghadapi pekerjaan engineering dengan tekanan yang sangat tinggi,” ungkap dia.
Jangka tercatat sebagai desainer Kapal Pahawang, terlibat dalam perencanaan dan manufactur propeller kapal ikan Kementrian Kelautan dan Perikanan, desainer Rumah Sakit Terapung kerjasama Institut Teknologi Sepuluh Nopember dengan Universitas Airlangga, Kapal Listrik PLN untuk wisata Danau Toba dan sebagainya (Irvan Sjafari).