octa vaganza

Jaga Jatidiri Koperasi, Ikopin dan BRIN Sampaikan Rekomendasi Penyusunan RUU PPSK 

Jakarta (Peluang) :  Unversitas Koperasi Indonesia (Ikopin University) bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta Pusat Riset Koperasi, Koperasi dan Ekonomi Kerakyatan (PR KKEK) telah membuat “policy paper” Pengaturan dan Pengawasan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Koperasi.

Policy paper ini merupakan hasil kajian dan diskusi sebagai respon terhadap Rancangan Undang-Undang Pengawasan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK).

Dalam policy paper ini  merekomendasikan beberapa hal sebagai masukan untuk memaksimalkan penyusunan RUU PPSK. 

Pertama, model pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi harus dilakukan dengan mensinergikan dua model. Yaitu pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha simpan pinjam yang dilakukan oleh lembaga koperasi ditetapkan berdasarkan Undang-Undang (UU) Perkoperasian dan Peraturan Pemerintah (PP) seperti yang berlaku saat ini. 

Namun demikian, mengingat UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi, dinilai mengandung banyak kekurangan dan kelemahan. 

Maka pemerintah perlu melakukan revisi atas UU Perkoperasian dan Peraturan Pemerintah yang menyertainya, sedemikian rupa sehingga model pengaturan dan pengawasan KSP/USP dapat mengakomodasi aspirasi para pemangku kepentingan. Serta memenuhi prinsip-prinsip proper governance (Developmental, Democratic, Socially Inclusive, Local Context). 

Selain dari itu, juga harus mengakomodasi konteks regulasi serta pengalaman dan benchmark internasional.  

Rekomendasi kedua, yaitu pengaturan dan pengawasan  kegiatan usaha jasa keuangan  yang dilakukan oleh lembaga koperasi mengikuti ketentuan dan ketetapan pada UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). 

UU sektor keuangan lebih sesuai diterapkan untuk mengatur dan mengawasi koperasi yang diijinkan menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan dana kepada anggota dan bukan anggota. 

Hal ini  didasarkan pada pertimbangan bahwa lembaga koperasi yang melakukan kegiatan usaha jasa keuangan adalah murni bersifat bisnis, dan memiliki risiko tinggi yang akan menjadi beban anggota. 

Oleh karena itu, kehadiran lembaga pengawas eksternal, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sangat dibutuhkan untuk melindungi konsumen/masyarakat pengguna jasa keuangan koperasi.

Dalam upaya untuk mengoperasionalkan, dan/atau merealisasikan model pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha simpan pinjam oleh lembaga koperasi di atas. Maka  langkah-langkah penting yang harus dilakukan oleh Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), antara lain

pembagian kewenangan pengaturan dan pengawasan menurut penjenisan koperasi. 

Koperasi Simpan Pinjam/USP Koperasi, KSPPS/USPPS koperasi

Koperasi Jasa Keuangan Kegiatan usaha simpan pinjam  diawasi oleh pemerintah atau lembaga pengawas independen yang dibentuk oleh pemerintah. 

Keanggotaan lembaga pengawas KSP/USP Koperasi dan KSPPS/USPPS Koperasi ini bisa dari  pemerintah pusat, pemerintah daerah (Provinsi),  Pemerintah Daerah (Kabupaten)  dan  akademisi/ahli serta melibatkan koperasi sekunder yang sehat dan/atau unsur gerakan koperasi. 

Koperasi Jasa Keuangan diawasi oleh OJK. Perlu memberikan perlakuan yang sama (equal treatment) kepada KSP/USP dan KSPPS/USPPS koperasi dalam pengaturan dan kebijakan. Sehingga dapat berkembang dalam ekosistem yang dinamis seperti badan hukum lainnya yang menjalankan usaha di sektor keuangan.   

Koperasi Jasa Keuangan  dapat menjalankan usaha di seluruh sektor keuangan yang bisa dimasuki oleh bentuk hukum lainnya. 

RUU PPSK sebaiknya memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan untuk pengaturan yang bersifat teknis didelegasikan kepada Peraturan Pemerintah.

Pemerintah perlu menumbuhkan atau mengkoordinasikan lembaga penunjang. Antara lain lembaga penjamin simpanan, lembaga penjaminan, asuransi kredit,  APEX,  lembaga jasa audit koperasi, lembaga pendidikan dan pelatihan profesi lembaga sertifikasi profesi serta  lembaga penunjang lainnya yang dibutuhkan koperasi. 

Metode pengawasan KSP/USP  hendaknya dibedakan menurut  skala, risiko dan ada tidaknya kegiatan penghimpunan dana pada koperasi yang bersangkutan. 

Terpenting lagi perlu segera mengakhiri narasi closed loop dan opened loop yang membingungkan masyarakat. Karena narasi closed loop dan opened loop tidak dikenal dalam peraturan perundang-undangan. 

Rekomendasi selanjutnya, adalah perlu menyederhanakan jumlah pasal, melakukan updating pasal-pasal yang out of date dan memastikan rumusan pasal yang terkait dengan komitmen koperasi untuk menjaga kemurnian jatidiri koperasi.    

Exit mobile version