
Peluangnews, Jakarta, – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri resmi menjadi tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo.
Dalam kasus dugaan pemerasan ini, Firli terancam hukuman maksimal seumur hidup penjara sesuai Pasal 12B, dengan denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp. 1 miliar.
Baca: Polda Metro Jaya Cekal Ketua KPK Firli Bahuri ke Luar Negeri
Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo menilai, sebaiknya Firli segera mundur dari jabatannya sebagai Ketua KPK.
Hal ini dikarenakan, menurutnya, langkah ini merupakan langkah yang lebih baik agar KPK tidak terbebani oleh masalah hukum tersebut.
“Firli akan nonaktif dari posisinya setelah jadi tersangka. Oleh karena itu, sebaiknya Firli segera mundur daripada menjadi beban KPK,” ujar Yudi dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (23/11/2023).
Baca: Polda Metro Akui Dua Rumah Milik Firli Bahuri Digeledah
Selain itu, Yudi menuturkan, ditetapkannya Firli sebagai tersangka ini akan memberikan harapan untuk masa depan KPK. Ia mengapresiasi hasil kerja keras dari seluruh penyidik Polda Metro Jaya maupun Mabes Polri dalam kasus ini.
“Akhirnya masa depan pemberantasan korupsi setidaknya akan ada harapan cerah. Terima kasih Polda Metro Jaya atas kerja keras dan profesional dalam membersihkan KPK dari unsur korupsi,” tuturnya.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya resmi menetapkan ketua KPK, Firli Bahuri sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, pada Rabu (22/11/2023) malam.
Baca juga: MK Putuskan Masa Jabatan Pimpinan KPK Jadi 5 Tahun, Ini Tanggapan Firli Bahuri
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Metro Jaya, Kombes Ade Safri Simanjuntak menjelaskan, penetapan tersangka ini dilakukan usai penyidik melakukan gelar perkara dan menemukan cukup bukti.
“Telah dilaksanakan gelar perkara dengan hasil ditemukannya bukti yang cukup untuk menetapkan saudara Firli Bahuri selaku Ketua KPK RI sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan, atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatannya, terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian RI 2020-2023,” jelas Ade.