octa vaganza

IREKTUR UTAMA LPDB-KUMKM BRAMAN SETYO DANA BERGULIR 2019 RP1,5 TRILIUN  SIAP MENGALIR

DESEMBER 2018 lalu menjadi bulan paling sibuk bagi Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM). Pasalnya, lembaga ini tidak saja serius membenahi tata kelola internalnya, tetapi juga bertekad menuntaskan penyaluran dana bergulir yang dipatok cair 80 persen dari pagu pembiayaan  tahun 2018 sebesar Rp1,2 triliun.  Sejak ditunjuk menjadi Direktur Utama LPDB-KUMKM, Braman Setyo memang tidak langsung tancap gas menggulirkan  dana bergulir. Mantan Deputi Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM ini justru mengerem laju penyaluran. Ia ingin concern  dengan tata kelola internal yang dinilai masih harus dibenahi. Maka, beralasan jika sepanjang 2018 Braman sibuk melakukan sosialisasi paradigma baru LPDB. Paradigma baru dimaksud adalah menggalang dan meningkatkan kerja sama strategis dengan sejumlah lembaga terkait, antara lain Dinas Koperasi dan UKM di berbagai daerah, Perum Jamkrindo, PT Jamkrida, Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) dan Ditjen Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan.

Dengan konsep paradigma baru tersebut, Braman sekaligus  menunjukan pola kerja LPDB yang inklusif di mana analisa kelayakan proposal pinjaman pembiayaan dilakukan oleh mitra kerja, yaitu lembaga penjaminan Perum jamkrindo di tingkat nasional  dan PT Jamkrida di daerah. “Kami harus semakin hati-hati menyalurkan dana bergulir agar sampai ke sasaran yang tepat, itu sebabnya kami melibatkan lembaga lain yang cukup kredibel. Memang proses kerja sama dengan pihak ketiga ini membutuhkan waktu relatif lama, karena kami tak ingin LPDB makin jauh terseret ke dalam belitan piutang bermasalah. Tapi publik tahunya kami bekerja lamban, ya gak apa-apa,” kata Braman Setyo saat wawancara dengan Irsyad Muchtar dari Majalah PELUANG. Berikut petikannya.

 

TAHUN 2019 INI LPDB-KUMKM BAKAL LANCAR MENYALURKAN DANA BERGULIR KARENA

SUDAH SELESAI DENGAN PEMBENAHAN INTERNAL.

APA SAJA KENDALA DIHADAPI

DI TAHUN 2018?

Begini, ketika saya masuk ke LPDB pada pertengahan 2017, kondisinya dalam posisi abnormal. Kalau dalam posisi normal, saya kira kami sudah terbang. Dalam situasi abnormal siapa pun yang ditempatkan di sini pasti menghadapi masalah yang sama.

Akibatnya, traumatik dari pegawai tidak bisa dihilangkan. Contohnya pada manajemen risiko dan bagian bisnis banyak pegawai yang kena jerat hukum. Pasalnya bagian Manajemen Risiko dan Bisnis adalah otaknya. Ada masalah sedikit pada 2013 hingga 2014.

 

APA IMPLIKASI DARI KONDISI ABNORMAL ITU TERHADAP    KELANCARAN PENYALURAN DANA BERGULIR?

Otomatis sangat mengganggu kinerja internal LPDB, dampak  psikis dari orang-orang di bawahnya tidak bisa dihindari. Mereka yang biasanya berada dalam zona nyaman (comfort zone) menjadi takut mengambil risiko karena tak mau kehilangan kerja. Nah, orang yang tak terkena masalah hukum ini juga berpikir: jangan-jangan kita seperti itu (kena jerat hukum). Pengalaman masa lalu itu tidak saja mempengaruhi kinerja para pegawai tapi juga mempengaruhi penyaluran dana bergulir.

 

KEMUDIAN APA YANG ANDA LAKUKAN?

Saya bentuk tim yang bagus,  para direksi saya pilih dari kalangan profesional sebagai modal utama menatap masa depan. Pada akhir bulan ini (Desember) saya targetkan 80 persen (dana) sudah disetujui semua. Sekarang prosesnya sudah masuk di area manajemen risiko, sudah direncanakan semuanya. Pada minggu pertama melakukan apa, dan pada minggu berikutnya melakukan apa. Kemudian saya minta (kepada tim) selama satu minggu ke depan sudah keluar surat pemberitahuan persetujuan prinsip (SP3) dan akadnya. Sekarang sebanyak 256 atau hampir 300-an (permohonan) sudah clear (direalisasikan) semua. Tinggal mungkin 500 sampai 600.

 

UNTUK MENCAPAI TARGET MINIMAL PENYALURAN 80 PERSEN ITU, APAKAH LPDB BEKERJASAMA DENGAN PIHAK LAIN?  

Kami tidak menutup kemungkinan Bank, BPR, modal ventura masuk ke sini. Mereka memiliki tata kelola kuat. Sementara koperasi dan UKM masih lemah dari sisi kelembagaan maupun tata kelola keuangan. Saya tidak mau risiko di situ.

 

PEMBENAHAN APA LAGI YANG ANDA LAKUKAN?

Awal tahun lalu (2018) kami menetapkan persyaratan adanya NIK (Nomor Induk Koperasi), penilaian kesehatan dan sertifikat kompetensi mengelola koperasi.  Ternyata persyaratan itu tidak cukup, nyatanya hampir 95 persen pengajuannya kami tolak, alias tidak memenuhi syarat. Jika koperasi mencukupi tiga hal itu buat kami merupakan kredit poin, tapi bukan syarat utama karena harus kita lihat lagi kinerja usaha dan manajemen serta organisasinya. Kemudian ada Peraturan Menkop Nomor 8 Tahun 2018 tidak menjadi syarat utama. Kalau itu diketati habis mereka.

Arahan Pak Menteri dalam hal kebijakan itu harus hati-hati, tidak menghambat. Masih cukup banyak BPR, Modal ventura, multi finance lainnya kita cukupi. Selama ini kami gunakan payung hukum PMK Nomor 75 Tahun 2017 dan scope pembiayaan kami koperasi, UKM, LKP dan LKBP.

 

ANDA PERNAH MENYINGGUNG APEX KOPERASI SUDAH MENDESAK AGAR ADA KONTROL ORGANISASI MAUPUN KELEMBAGAAN YANG TERUKUR. BAGAIMANA TINDAK LANJUTNYA?

Ada dua asosiasi yang menggunakan Apex, yaitu induk koperasi syariah (Inkopsyah) dan ventura BMT. Menurut saya kedua apex koperasi ini cukup taat dengan sekundernya di level daerah (provinsi) sehingga penyaluran dana bisa langsung ke bawah. Sedangkan yang di bawah, primernya juga punya tanggungjawab menerima dana perbankan. Apex koperasi untuk konvensional belum ada sama sekali. Kalau dlihat tata kelola kelembagaan dan keuangan lebih tertib yang syariah.

 

APA TARGET UTAMA TAHUN 2019 INI?

Kami akan menaikkan plafon penyaluran dana bergulir menjadi Rp1,5 triliun. Beberapa waktu lalu saya bicara di Bappenas merancang RPJMN 2019. Kalau bisnis LPDB saya kira hampir sama model bisnisnya, ada beberapa kegiatan yang lebih besar sinerginya. Misalnya kita mau menerapkan monitoring dan evaluasi dengan menggunakan pihak ketiga, misalnya dengan Sucofindo yang jelas lebih efisien dan efektif. Lembaga ini juga punya jaringan di seluruh provinsi, kabupaten dan kota, sehingga lebih aman.

Yang kedua, kita mengembangkan Pusat Layanan Usaha Terpadu, karena posisinya cukup baik untuk menjadi perpanjangan tangan LPDB di daerah. Kami juga akan melakukan transfer knowledge, dimana teman-teman LPDB di pusat memberikan bimbingan bagaimana membuat proposal kepada konsultan pendampingnya terus menerus mungkin selama 2-3 tahun sampai expert. Kita akan kembangkan lebih lanjut. Jadi ada manfaat.

Kerja sama lainnya adalah  dengan teman-teman di BUMN Karya yang saat ini tengah kesulitan finansial. Kita akan kerja sama dengan sistem pembiayaan berkelanjutan, kita berikan vendor-vendor BUMN dana secukupnya  sesuai kontrak proyeknya sekaligus buat perjanjian kerja sama dengan BUMN-nya, katakanlah enam bulan atau tujuh bulan. Nantinya, BUMN Karya yang akan bayar pada kita.

 

BAGAIMANA DENGAN PORSI PEMBIAYAAN KONVENSIONAL DAN SYARIAH APAKAH ADA PERUBAHAN?

Porsi konvensional dan syariah tetap. Tahun depan Rp975 miliar untuk konvensional dan syariah Rp525 miliar. Nanti meningkat lagi pada tahun berikutnya Rp2 triliun. Siap keuangan. Tergantung kesiapan SDM kita semua. Hambatan kita, LPDB masih terpusat di Jakarta. Padahal kita diwajibkan menyalurkan ke daerah. Dan ini masalah. Saya harap Menpan memberikan opsi yang terbaik sehingga beban operasional LPDB tidak terlalu berat.

 

BUKANKAH SUDAH ADA KERJA SAMA DENGAN DINAS KOPERASI DI DAERAH?

Betul. Tapi Anda kan tahu sendiri kondisi dinas koperasi daerah. Pertama, pimpinannya sering diganti-ganti dan anggaran nggak cukup. Apalagi di luar Jawa. Di tahun 2019 ini kondisinya mungkin makin sulit karena ada  pilkada dan pilpres, biasanya UKM dan Koperasi bakal jadi ajang rebutan kampanye.

 

OBSESI ANDA LPDB KE DEPAN? 

Dalam rapat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN akhir 2019) ada wacana LPDB menjadi bank khusus pertanian. Saya kira itu usulan yang sangat positif karena tuntutan agar perkenomian dewasa ini memihak ke pinggiran (perdesaan) makin mendesak. Dan seyogyanya usaha koperasi itu memang di sektor produksi sehingga bisa langsung melibatkan peran serta anggotanya. (Irm)

Exit mobile version