
Banyuwangi merupakan kabupaten yang terletak di ujung timur Pulau Jawa. Kontur wilayahnya cukup beragam, dari dataran rendah hingga pegunungan. Kawasan perbatasan dengan Kabupaten Bondowoso, terdapat rangkaian Dataran Tinggi Ijen dengan puncaknya Gunung Raung (3.282 m) dan Gunung Merapi (2.800 m) terdapat Kawah Ijen.
Data BPK Jatim mengungkapkan Banyuwangi menyimpan sejumlah potensi ekonomi dan pariwisata. Di perbatasan dengan Kabupaten Jember bagian selatan, merupakan kawasan konservasi yang kini dilindungi dalam sebuah cagar alam, yakni Taman Nasional Meru Betiri. Pantai Sukamade merupakan kawasan pengembangan penyu. Di Semenanjung Blambangan juga terdapat cagar alam, yaitu Taman Nasional Alas Purwo.
Pantai timur Banyuwangi merupakan salah satu penghasil ikan terbesar di Jawa Timur. Di Muncar terdapat pelabuhan perikanan. Sedangkan Pelabuhan Ketapang yang terletak di Banyuwangi bagian utara, menghubungkan Jawa dan Bali.
Tetapi hari ini Banyuwangi tidak hanya maju karena sektor pariwisata. Di luar itu, daerah tersebut juga dikenal karena sejumlah gerakan perubahan yang dilakukan oleh warga setempat. Setidaknya ada empat gerakan perubahan dari Banyuwangi yang dinilai sangat inspiratif.
Kisah inspiratif yang pertama adalah gerakan perubahan di desa Mandar. Dulu pesisir Mandar penuh dengan sampah. Hilman Syah Anwar, Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) di desa tersebut mengatakan perubahan dilakukan di daerah tersebut yang diawali dari aksi sederhana para pemuda, yaitu membersihkan pantai, menata kawasan, dan membuka warung seafood dengan harga yang disepakati bersama.
“Gerakan akar rumput ini menarik dukungan pemerintah, bahkan warga mendapat pelatihan memasak dari chef hotel internasional,” ujarnya.
Saat ini Desa Mandar sudah berkembang menjadi ruang ekonomi baru.
Gerakan perubahan lain datang dari kecamatan Glenmore. Daerah ini mengembangkan sistem pertanian terpadu, yaitu sayur organik, yang diawali dari budidaya maggot dari sampah organik untuk pakan ayam, dan kompos yang kembali ke kebun.
Salah satu penggeraknya adalah Anita Yuni Kholillah. Dokter yang kemudian mendirikan Glenmore Skyfarm ini membagikan ilmu tentang sistem pertanian terpadu itu melalui Instagram dan TikTok dengan konten yang edukatif dan menyenangkan, sehingga sukses membuktikan bahwa sains pertanian bisa menjadi konten yang viral.

Sekolah Adat
Gerakan perubahan lain yang cukup inspiratif di Banyuwangi adalah Sekolah Adat Kampung Batara. Pendiri Kampoeng Baca Taman Rimba (Batara) Widi Nurmahmudi mengungkapkan Sekolah Adat yang didirikan di wilayah tersebut berhasil mencegah anak putus sekolah, menurunkan pernikahan dini, dan menumbuhkan kebanggaan pada kampung halaman.
“Prinsip kemandiriannya kuat. Di awal berdiri, mereka menolak sumbangan. Meski terpencil, pendidikan berbasis budaya mereka justru menarik komunitas lain untuk belajar. Promosi terbaik mereka dilakukan melalui video-video karya siswa sendiri yang menyebar di media sosial,” ujarnya.
Ada lagi inspirasi gerakan perubahan yang tak kalah inspiratif di Banyuwangi, yaitu dari Desa Jajag. Ini adalah Kampung Bebas Rokok.
Upaya membangun desa bebas rokok di wilayah tersebut bukan lahir dari peraturan ketat, tetapi dari musyawarah mendalam tokoh agama dan warga. Mereka sepakat seluruh warung tidak menjual rokok, demi lingkungan yang sehat untuk anak-anak. Kesepakatan ini telah menjadi norma sosial yang dijaga lintas generasi, berjalan tanpa paksaan. Komunikasi untuk menjaga komitmen ini diperkuat melalui grup WhatsApp warga.
Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (BAKTI Komdigi) dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Rumah Perubahan yang menggelar gerakan perubahan di Nias melalui Program Agent of Change terinspirasi untuk mengajak peserta program tersebut untuk mempelajari kisah inspiratif gerakan perubahan di Banyuwangi.
Program Agent of Change ini melibatkan sebanyak 107 warga Kepulauan Nias dari 20 kelompok lintas kota/kabupaten–Gunungsitoli, Nias, Nias Selatan, Nias Barat, dan Nias Utara– yang mendapatkan pembinaan selama tiga bulan.
Para peserta program tersebut merupakan tenaga pendidik, petani, perawat, kepala desa, dan para pemuda yang siap dibentuk dan dibekali untuk menjadi para penggerak perubahan di Nias yang dilengkapi dengan alat digital.
Fasilitator utama Program Agent of Change dari Rumah Perubahan Palmy Rawinda Meilala mengatakan pihaknya mendorong peserta program Agent of Change Nias untuk dapat melakukan pembelajaran berbasis pengalaman, bukan sekadar teori.
“Kami ingin peserta bukan hanya tahu how to, tetapi juga merasakan why—semangat para penggerak perubahan di Banyuwangi,” ujarnya pada Jumat (12/12).
Secara virtual, peserta Program Agent of Change di Nias secara interaktif kemudian diajak mempelajari berbagai gerakan perubahan yang dilakukan masyarakat Banyuwangi. Warga Nias yang bergerak di sektor ekonomi dan pertanian, mendapatkan pelajaran berharga dari gerakan perubahan di Glenmore, dimana teknologi bisa digunakan untuk membangun rantai nilai yang berkelanjutan, sekaligus menjual cerita di balik produk.
Fasilitator Program Agent of Change dari Rumah Perubahan Natasya Angelina mengatakan dari kisah inspiratif Sekolah Alam di Banyuwangi, peserta Agent of Change dari Nias mempelajari bahwa kemandirian dan integritas adalah fondasi terkuat, dan konten digital yang autentik dapat menjadi media pembelajaran yang sangat efektif.
Inspirasi gerakan perubahan memang bisa diperoleh dari mana saja. Dan perubahan untuk membangun peradaban danperekonomian yang lebih baik harus menjadi inisiatif yang dilakukan berkelanjutan.







