Jakarta (Peluang) : Lonjakan inflasi ini tertinggi sejak Desember 2014, dan didorong naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan laju inflasi pada September 2022 sebesar 1,17 persen (month-to-month/mtm) dan secara tahunan menembus 5,95 persen.
Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan, kondisi tersebut membuat laju inflasi secara tahunan sebesar 5,95 persen dan inflasi tahun kalender sebesar 4,84 persen.
“Inflasi September 2022 sebesar 1,17 persen, tertinggi sejak Desember 2014,” ujar Margo saat konferensi pers di Jakarta, Senin (3/10/2022).
BPS mencatat komoditas utama penyumbang laju inflasi antara lain harga BBM, beras, tarif angkutan online, angkutan dalam kota, dan bahan bakar rumah tangga. Dari pantauan BPS dari 90 kota diamati sebanyak 88 kota mencatatkan laju inflasi.
“Penyebab utamanya karena kenaikan harga bensin memberikan andil itu 0,81 persen. Kemudian, beras memberikan andil 0,35 persen. Angkutan dalam kota berikan andil 0,18 persen dan angkutan antar kota 0,09 persen,” ungkapnya.
Adapun 88 kota mengalami inflasi. Sebarannya di pulau Sumatra ada di Bukittinggi menjadi kota dengan inflasi tertinggi sebesar 1,87 persen, penyumbang utama BBM dan beras.
Jawa tertinggi di Kudus 1,65 persen, Kalimantan tertinggi di Singkawang 1,66 persen, Sulawasi di Palopo 1,74 persen, Bali Nusa Tenggara di Kupang 1,82 persen.
Untuk Maluku dan Papua inflasi tertinggi di Sorong 1,49. Sedangkan dua kota deflasi yaitu Manokwari 0,64 persen dan Timika 0,59 persen.
Berdasarkan kelompoknya, kenaikan harga sektor transportasi menjadi pendorong utama. Adapun sektor transportasi mengalami inflasi 8,88 persen dan memberi andil sebesar 1,08 persen.
“Kalau dilihat komoditas yang dominan itu adalah bensin, disusul angkutan dalam kota, solar, angkutan antar kota dan tarif angkutan roda dua online dan tarif angkutan roda empat online,” urainya.
Lebih lanjut , ia menjelaskan laju inflasi tertinggi pada September sejalan perkembangan inflasi pada era Presiden Joko Widodo sejak menjabat presiden pada Oktober 2014 hingga Agustus 2022.
Laju inflasi hanya dua kali melewati satu persen yakni pada 1,50 persen November 2014 dan 2,46 persen pada Desember 2014.
Namun laju inflasi periode tersebut melonjak setelah Jokowi menaikkan harga BBM pada 18 November 2014. Setelah periode inflasi tinggi November dan Desember 2014, Indonesia tidak pernah mengalami inflasi di atas satu persen hingga Agustus 2022.
Laju inflasi tertinggi pada Januari 2015 sampai Agustus 2022 tercatat pada Januari 2017 sebesar 0,97 persen akibat dari kenaikan tarif perpanjangan surat tanda nomor kendaraan (STNK) dan tarif dasar listrik.
“Berdasarkan data BPS, kenaikan harga BBM selalu melambungkan inflasi ke atas satu persen,” ujarnya.
Adapun laju inflasi dampak lanjutan (second round effect), jelas Margo, kerap kali lebih besar dibandingkan dampak pertama (first round effect).
Pola tahunan juga menunjukkan sejumlah barang dan jasa selalu mengalami lonjakan harga, terutama tarif angkutan.
Sepanjang 2005 sampai 2022, pemerintah menaikkan harga BBM subsidi sebanyak enam kali. Yaitu dua kali pada 2005, satu kali pada 2008, 2013, 2014, dan 2022.
Per 1 Maret 2005, pemerintah menaikkan harga BBM subsidi rata-rata sebesar 29 persen untuk menekan beban anggaran yang semakin bengkak.
Setelah kenaikan pada awal bulan, inflasi Maret sebesar 1,91 persen tetapi melandai menjadi 0,34 persen pada April.
Per 1 Oktober 2005, pemerintah kembali menaikkan harga BBM rata-rata hingga 114 persen. Inflasi Oktober 2005 sebesar 8,7 persen kemudian melandai menjadi 1,31 persen pada November 2005. Secara keseluruhan, inflasi pada 2005 sebesar 17,11 persen.