
PeluangNews, Jakarta – Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Danang Girindrawardana, mengungkapkan, Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang stagnan.
Kondisi tersebut disebabkan oleh masuknya barang tekstil impor secara masif dan tidak terkendali, yang menghalangi pertumbuhan industri lokal.
Danang mengkritik tajam terhadap pengelolaan impor yang ada. Dia menegaskan masalah utama terletak pada kurangnya transparansi dalam penetapan kuota impor tekstil, yang diduga telah dimanfaatkan oleh oknum aparat penegak hukum (APH) untuk kepentingan pribadi, sehingga mengurangi daya saing produk dalam negeri.
“Industri tekstil kita mengalami stagnasi karena serbuan barang impor yang tidak terkendali. Ini diperparah dengan tidak adanya transparansi dalam penetapan kuota impor. Kami menduga celah ini telah dimanfaatkan oleh oknum APH untuk kepentingan pribadi, yang ujung-ujungnya merugikan produsen dalam negeri,” ucap Danang di Jakarta, dikutip Minggu (23/11/2025).
Dia mendesak pemerintah untuk lebih transparan dalam memberikan data mengenai importir dan melakukan audit terhadap pejabat kementerian yang terlibat.
API menyoroti pentingnya manajemen data importir yang baik, karena hingga kini informasi mengenai importir tekstil belum dapat diakses secara terbuka di situs web publik.
Danang menekankan bahwa kurangnya akses terhadap data ini sangat menghambat fungsi pengawasan oleh APH dan masyarakat terhadap praktik-praktik curang yang dilakukan oleh importir nakal.
“Bagaimana kami bisa mengawasi importir nakal jika data tidak dibuka? Kami perlu tahu siapa saja yang mendapat kuota dan berapa jumlahnya, agar ada akuntabilitas. Tanpa transparansi data, pengawasan menjadi nihil dan potensi permainan kuota semakin tinggi,” kata dia, menandaskan.
Dikatakan, penting bagi pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas di sektor ini.
Untuk mengatasi masalah yang komplek ini, lanjutnya, API mengajukan dua tuntutan penting kepada pemerintah. Pertama, mereka meminta agar dilakukan audit terhadap pejabat di kementerian terkait.
Selaku perwakilan API, Danang menekankan perlunya audit tersebut untuk memastikan bahwa pengelolaan data importir dilakukan secara transparan.
Hal ini bertujuan untuk menjaga integritas dan akuntabilitas dalam pengelolaan kuota impor serta menghindari potensi praktik suap atau penyalahgunaan kekuasaan.
Kedua, API mendesak agar dilakukan kajian menyeluruh terhadap regulasi yang mengatur proses perizinan impor.
Mereka menyoroti adanya banyak bentuk variabel dan beragam peraturan teknis yang diterbitkan oleh kementerian terkait.
Dengan melakukan pengkajian ini, ujar Danang, diharapkan dapat tercipta regulasi yang lebih sederhana, efektif, dan tidak saling bertentangan.
Langkah tersebut penting untuk meningkatkan efisiensi dalam proses impor dan meminimalisir kebingungan di kalangan pelaku usaha.
API memberikan apresiasi terhadap penerbitan Keputusan Menteri Perindustrian (Kepmenperin) Nomor 27 Tahun 2025 yang mengatur Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis untuk Impor Tekstil dan Produk Tekstil. Selain itu, mereka juga menyambut baik Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 17 Tahun 2025 yang berkaitan dengan Kebijakan dan Pengaturan Impor Tekstil dan Produk Tekstil.
Dia mengharapkan kedua regulasi ini dapat berfungsi sebagai alat hukum yang efektif dalam mengontrol arus impor serta memberikan perlindungan yang nyata bagi industri dalam negeri.
“Kami mengapresiasi regulasi baru ini sebagai niat baik pemerintah. Namun, kunci utamanya adalah implementasi yang tegas di lapangan dan keberanian untuk melakukan bersih-bersih dari praktik yang merugikan industri,” kata Danang, menegaskan.
Dia menambahkan tanpa adanya transparansi data dan audit yang jelas, regulasi yang baik sekalipun tidak akan lebih dari sekadar “macan kertas.”
API berharap pemerintah segera mengambil langkah-langkah tegas agar industri tekstil dan produk tekstil nasional dapat pulih, berkembang, dan bersaing di tengah tantangan pasar global yang semakin ketat. []







