Ketika State of the Global Islamic Economy Report (SGIE Report) diluncurkan pada 2014, Indonesia masih pada peringkat 10. Sekarang sudah menempati peringkat 4 dalam Global Islamic Economy Indicator.
INDUSTRI halal merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan paket kegiatan industri. Dimulai dari perolehan bahan baku, pengolahan, hingga menghasilkan produk halal—menggunakan sumber daya ataupun cara yang sesuai dengan tuntutan syariat Islam. Makanan dan minuman haruslah yang halal dan baik/thayyib [Surat An-Nahl (16): 114.]
Klarifikasi produk makanan dan minuman halal didapat melalui sertifikasi. Otoritas sertifikasi Halal di Indonesia adalah LPPOM-Majelis Ulama Indonesia. Logo Halal MUI sudah dikenal di seluruh dunia dan diakui oleh berbagai badan setifikasi halal di 22 negara. Sebaliknya, pada 8 Februari 2018, MUI mengakui Lembaga Sertifikasi asing (Certification Bodies/CB) dari 45 negara. Namun, dengan UU No. 34/2014, kewenangan MUI dialihkan ke BPJPH di bawah Kemenag.
Seiring dengan perkembangannya, cakupan industri halal tak terbatas hanya pada sektor makanan dan minuman, tetapi meluas ke gaya hidup seperti sektor pariwisata, kosmetik, pendidikan, keuangan, mode busana, media rekreasi, serta seni dan kebudayaan.
Fenomena positif seperti ini seyogianyalah disambut baik. Melalui Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia, pemerintah menetapkan bahwa industri halal merupakan bagian dari cakupan ekonomi syariah dan menjadi fokus utma pengembangan ekonomi Islam. Dewasa ini, pengembangan industri halal di Indonesia masih didominasi oleh sektor pangan dan kosmetik.
Pasar industri halal luar biasa besar. Secara global, Global Islamic Economy Report mencatat, umat muslim menghabiskan US$1,2 triliun untuk makanan dan minuman. Pada laporan The State of Global Islamic Economy Report 2022, yang dikeluarkan Dinar Standard di Dubai, sektor halal food Indonesia naik ke peringkat 2 dari peringkat 4 tahun sebelumnya. Indonesia pun terus berbenah diri untuk menjadi Pusat Produsen Halal Dunia. Tugas besar ini dikoordinasikan oleh Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS).
Banyak negara mulai fokus pada pengembangan industri halal. Tak hanya negara-negara dengan mayoritas penduduk Muslim seperti Indonesia, Malaysia, Uni Emirat Arab. Negara non-Muslim seperti Thailand, Korea Selatan, Rusia, Meksiko, Jepang, dan Spanyol telah memiliki kegiatan industri halal di negaranya.
Jepang, misalnya, menjadi salah satu negara paling berambisi menjadi role model produk halal dunia. Pemerintah Jepang gencar membangun berbagai fasilitas untuk mengembangkan bisnis produk halal. Kota Fuji bahkan dengan cukup yakin mendeklarasikan diri sebagai kota halal.
Di negara-negara minoritas Muslim, pasar halal tumbuh secara signifikan. Thailand jauh-jauh hari mempromosikan diri sebagai pusat pangan halal, buffer zone halal kitchen of the world. Selandia Baru menjadi negara pengekspor daging halal terbesar di dunia, menyalurkan 65% daging halal ke negara-negara nonmuslim. Cina menempatkan diri sebagai the highest modest (halal) clothing export, dan Korea Selatan berobsesi menjadi destinasi wisata halal terkemuka.
Peluang bisnis dari sektor makanan dan minuman halal saja, misalnya, tren dan realitasnya cukup menjanjikan di negara-negara minoritas muslim seperti Thailand, Selandia Baru, Korea Selatan, Cina, Australia, Prancis, Amerika Serikat, dan Eropa. Keniscayaan sehat dan baik yang dipersyaratkan Islam ternyata sangat bisa diterima dan dibenarkan kalangan non-Muslim.
Di luar makanan dan minuman, Pariwisata halal adalah genre turisme yang ramah Muslim. Mencakup destinasi ramah MuslimTermasuk pelayanan yang ramah Muslim, seperti hotel yang menyediakan perangkat alat shalat, arah kiblat, Al Quran, dan tentu saja makanan halal. Kawasan wisata halal di negeri ini berkembang pesat di NTB.
Paket wisata halal dapat memberi jaminan kebersihan, keamanan, dan serta kualitas secara keseluruhan proses pemenuhan jasa wisata. Saat ini, brand halal fashion telah banyak berkembang di Indonesia dan dapat terus dikembangkan mengingat besarnya share market yang ada.
Selanjutnya, Busana Muslim menjadi daya tarik para perancang dan umat Islam di berbagai belahan dunia. Secara global, pada tahun 2018 Indonesia menduduki peringkat ke-2 dalam top 10 gie indiator bidang fesyen Muslim dan menduduki peringkat ke-3 sebagai negara dengan pengeluaran Muslim apparel tertinggi. Angkanya sekitar 7,4 persen dari global expenditure. Sedangkan Farmasi dan Kosmetik merupakan harmonisasi dari syariat Islam, good manufacturing practice (GMP) serta bahan baku halal.
Ke dalam dimensi luas industri halal termasuk pula berbagai peran instrument pendanaan. Mulai dari sektor jasa keuangan syariah, sektor keuangan sosial syariah, sektor bisnis dan kewirausahaan syariah, sektor infrastruktur ekosistem Syariah. Label syariah penting digarisbawahi untuk membedakannya dari sektor jasa pendanaan konvensional.
Dalam kaitan ini, penghargaan ekonomi syariah bernama Anugerah Adinata Syariah 2021 dilaksanakan pada 14 April 2022. Penghargaan ini memiliki tujuh kategori penilaian, yaitu keuangan syariah; industri halal; keuangan sosial syariah; keuangan mikro; pendidikan ekonomi syariah; ekonomi pesantren; dan ekonomi hijau dan ekonomi berkelanjutan.
Khusus pangsa pasar halal food saja, posisinya di kisaran Rp2.300 triliun, sedangkan Islamic fashion mempunyai potensi hingga Rp190 triliun. Pariwisata halal diperkirakan Rp135 triliun, potensi haji dan umrah sebesar Rp120 triliun, dan pendidikan sudah merangkak ke angka Rp40 triliun. Jadi, dengan bermain pada local market saja, sebenarnya cukup bagi Indonesia untuk memenangkan persaingan industri halal dunia.
Chairman Indonesia Halal Lifestyle Center, Sapta Nirwandar, melaporkan bahwa hasil industri halal dunia tahun ini mencapai US$2 triliun. Menurut dia, Indonesia pun mengalami kemajuan pesat di sektor pangan halal dengan market size US$135 miliar. “Yang kita lumayan, ada makanan, fesyen, kosmetik, dan obat-obatan, tetapi wisata sedang menurun,” ujarnya.
Sejalan dengan Sapta, Senior Partner Dinar Standard & Board Member Dinar Standard Sayd Farook menyebut, “Ketika kami meluncurkan State of the Global Islamic Economy Report (SGIE Report) 2014, posisi Indonesia masih pada peringkat 10 tetapi sekarang sudah berada di peringkat 4 dalam Global Islamic Economy Indicator. Saya berharap, pada 2030, Indonesia sudah di peringkat pertama.”
Berdasarkan laporan SGIE 2020, Indonesia masuk barisan tiga besar negara dengan nilai investasi tertinggi untuk produk-produk halal yang mencapai US$6,3 miliar atau tumbuh 219% dari tahun sebelumnya. Belum lagi dengan keuntungan demografik, dengan 209,1 juta jiwa penduduk Muslim, Indonesia jadi the big opportunity dalam pengembangan industri halal.
Laporan SGIE dua tahun berikutnya mencatat, Indonesia kembali meraih peringkat 4 Global Islamic Economy Indikator secara keseluruhan. Laporan ini menunjukkan bahwa sektor-sektor halal unggulan di tanah air tetap mampu tumbuh di tengah hantaman pandemi Covid-19.
Dengan penduduk 87% dari 275,3 juta jiwa populasi Indonesia (sensus 2022) merupakan pemeluk agama Islam, ini jelas peluang. Peluang bagus untuk menjadikan Indonesia sebagai negara dengan konsumen produk halal terbesar di dunia. Populasi muslim dunia akan mencapai 2,2 miliar jiwa pada 2030 atau 23% populasi dunia. Dari jumlah itu terbanyak berada di Asia-Pasifik, lalu Timur Tengah, Afrika Subsahara, Eropa, hingga Amerika Utara dan Latin. Asia-Pasifik sebagai kawasan terbesar populasi muslim dunia mencapai 62% umat Islam merupakan pasar potensial produk halal. Di Kawasan ini, tercatat Indonesia, India, Pakistan, dan Bangladesh sebagai penyumbang terbesar populasi.●(Zian)