Industri Asuransi Perlu Segera Adopsi AI

Sumber: Pexels.com

Peluang News, Jakarta — Indonesia AI & Digital Economy Research Network (IADERN) dan digitalbank.id mengingatkan pelaku industri asuransi di Indonesia untuk mempercepat adopsi kecerdasan buatan sejalan dengan pesatnya perkembangan teknologi Artificial Intelligence (AI).

Principal IADERN Tuhu Nugraha mengatakan bahwa transformasi digital asuransi tidak bisa berjalan tanpa tata kelola AI yang bertanggung jawab. “Kita bicara bukan hanya soal algoritma, tapi soal transparansi, keadilan, dan perlindungan konsumen. Kepercayaan publik terhadap AI dalam keputusan premi dan klaim harus dibangun melalui etika dan explainable AI,” ujarnya melalui siaran pers yang diterima Peluang, Senin (2/6).

Menurut Tuhu, AI tidak bisa bekerja optimal tanpa kolaborasi antar-stakeholder. Kolaborasi antara regulator, perusahaan asuransi, asosiasi, dan penyedia teknologi harus dikembangkan dalam ekosistem bersama. “Kita butuh sandbox inovasi dan governance yang adaptif, bukan justru mengekang,” ungkapnya.

Ia juga menyoroti peran AI dalam menciptakan nilai tambah baru, terutama dalam pengembangan produk asuransi berbasis ESG (Environmental, Social, Governance). Dia meyakinkan bahwa AI mampu memproses data lingkungan dan sosial untuk menghasilkan produk asuransi yang relevan dan berkelanjutan. Ini sejalan dengan tren green insurance dan tuntutan generasi muda terhadap keberlanjutan.

Founder digitalbank.id, Deddy H. Pakpahan, menekankan bahwa adopsi AI di industri asuransi bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak. “AI akan menjadi tulang punggung dalam penilaian risiko yang lebih akurat, efisiensi klaim, serta desain produk yang personal. Dunia asuransi tak lagi bisa mengandalkan pendekatan konvensional di era digital ini,” ujarnya

Deddy menambahkan bahwa masih banyak perusahaan asuransi yang hanya fokus pada penggunaan AI untuk chatbot dan front-end, padahal potensi terbesarnya ada di back-end. “Kita ingin menggeser cara pandang industri—bahwa AI bukan sekadar teknologi customer service, tetapi alat strategis untuk predictive analytics, underwriting otomatis, hingga fraud detection,” jelasnya.

Untuk mempercepat adopsi AI pada industri asuransi, kedua lembaga itu berkolaborasi menggelar rangkaian workshop tematik terkait implementasi AI. Kedua lembaga ini berinisiatif menjadi katalisator kolaborasi strategis antara pelaku industri asuransi, regulator, dan ekosistem teknologi.

Deddy mengingatkan pentingnya bagi pelaku asuransi untuk menyiapkan infrastruktur data dan SDM yang mumpuni. “Melalui workshop ini, kami ingin mendampingi industri asuransi membangun fondasi teknologi dan kompetensi internal, termasuk menjawab mandat POJK 34/2024 yang mewajibkan investasi SDM minimal 3,5% untuk pengembangan kompetensi,” ujarnya.

Dalam kaitan itu, kedua Lembaga itu juga merilis platform kolaborasi TechFusion Alliance sebagai platform kolaborasi teknologi. Techfusion Alliance didirikan sebagai respons terhadap meningkatnya kebutuhan akan pengembangan teknologi canggih dan terkini di Indonesia.

Platfom kolaborasi ini diharapkan bisa membantu visi pemerintah percepatan adopsi teknologi AI, selain tentunya menjadi wadah bagi karyawan dan profesional yang mau tidak mau harus reskilling agar relevan dengan perkembangan teknologi.

 

 

Exit mobile version