Banyak karyawan terpaksa diberhentikan. Kami tidak mampu membayar gaji. Bahan baku rotan langka dan mahal. Itu tahun 1997. Untunglah ada BRI yang saat itu memberikan pinjaman…
LIMA tahun jadi perantara bisnis (broker) industri anyaman rotan asal Amerika, dirasa cukup. Tahun 1997, Misriwati Agustina mencoba mandiri. Pengalaman dan keterampilan mengolah bahan baku menjadi anyaman memastikan tekadnya. Terlebih setelah sang suami dirumahkan gegara krismon. Ia pun mendirikan industri anyaman rotan sendiri.
Misriwati memulai dengan modal Rp15 juta (uang simpanan). Itu untuk membeli 1 kuintal rotan, dan 1 kuintal bahan lainnya berupa mendong, enceng gondok, pelepah pisang; dan beberapa alat. Keseluruhan material tersebut diolahnya menjadi aksesori berbentuk meja, kursi, tas, tempat tisu, tudung saji makanan, vas bunga, rak pot, cendera mata, dan lain-lain.
“Seni menganyam dari bahan baku rotan saat ini sudah berkembang dengan (keikutsertaan) bahan baku plastik atau sintetis. Selain lebih murah, juga bisa ikut menjaga bumi dari limbah plastik yang luar biasa banyaknya,” ujarnya. Produk-produk yang dihasilkan CV Dona Doni Rattan Gallery meliputi kerajinan anyaman rotan mulai dari jenis furniture, peralatan kebutuhan rumah tangga, desain hiasan cinderamata.
Produknya dihargai mulai dari Rp5 ribu untuk pot gantung, hingga yang termahal Rp5 juta untuk furniture seperti kursi dan perlengkapan rumah. Omzetnya Rp60 juta per bulan. Dia “Omzetnya Rp60 juta per bulan. Bersih keuntungannya buat saya Rp20 juta,” katanya.
Siapa sangka, di awal-awal, industri usaha anyaman Misriwati pernah di ambang kebangkrutan. Itu sekitar tahun 1997. Banyak karyawan yang terpaksa diberhentikan karena tidak mampu membayar gaji. Bahan baku rotan langka dan mahal. “Untunglah ada BRI yang saat itu memberikan pinjaman Rp150 juta—karena usaha kami sudah ekspor. Pinjaman terselesaikan, dan saya minta pindah ke KUR BRI dengan pinjaman Rp180 juta. Tujuannya untuk mempertahankan perusahaan dimana gaji karyawan naik, dan bahan baku juga naik,” ujarnya.
Di tengah kendala seperti itu, ia terus berusaha melangkah dengan penuh keyakinan. Ia aktif memasarkan produk-produknya dengan mengikuti berbagai pameran kerajinan tangan dan pemasaran melalui workshop. Ketekunannya membuahkan pembeli dari mancanegara. Produknya menembus pasar Singapura, Malaysia, Jepang, Amerika Serikat, hingga Abu Dhabi.
Pemasaran produk tetap aktif dilakukan baik secara pasif di workshop-nya maupun aktif mengikuti pameran kerajinan tangan. Baik di daerah Malang maupun di luar kota, seperti Surabaya, Yogya, Solo ataupun Jakarta. Tak hanya giat memasarkan produk anyamannya, perempuan 57 tahun ini juga aktif menjadi narasumber atau instruktur berbagai kegiatan pelatihan keterampilan dalam pemberdayaan masyarakat oleh dinas dinas terkait dan pihak swasta (perusahaan).
Sepanjang kiprah bisnisnya, ia mengantongi sejumlah sertifikat pelatihan yang aktif diikutinya. Ia mendapatkan sertifikat Miss UMKM BRI 2017, perwakilan dari Kota Malang. Dalam BRIncubator 2020 dan berhasil mendapatkan Juara 3 Tingkat Nasional. “Kalau usaha di dinas pemerintahan saya dua kali menyandang predikat perempuan inspiratif. Kalau di BUMN dan BRI saya menjadi Miss UMKM di Malang Raya. Tahun 2020 saya juara 3 se-Indonesia di Inkubator BRI,” katanya.
Misriwati memberdayakan perempuan, sehingga masyarakat sekitar menjadikannya sebagai ketua kluster rotan tasik madu binaan kanca suhat,” ujarnya. Pasca-pandemi, “Saya dibantu 15 karyawan. 5 untuk penganyam rotan, 5 untuk penganyam furniture, dan 5 penganyam yang kecil-kecil,” ujarnya. Dia berharap BRI tetap giat mengadakan berbagai event untuk UMKM. Termasuk modal kerja, pembinaan, pelatihan, dan event-event yang dibuat BRI itu sangat membantu,” ujarnya.●(Zian)