octa vaganza

Indonesia Terus Berupaya Kurangi Energi Listrik Batubara

JAKARTA—Sejumlah negara mempunyai target ambisius untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK).  Inggris umpamanya mencanangkan pada 2030 bisa menurunkan emisi GRK hingga 57% dan pada 2060 menjadi zero emisi. Sementara Prancis berupaya mencapai pengurangan 40% pada 2030 dan zero emisi pada 2050.

Sementara Indonesia akan terus berupaya mengurangi penggunaan pembangkit listrik tenaga batubara sebagai bagian dari implementasi transisi sumber daya ke energi ramah lingkungan.

Direktur Ketenagalistrikan, Telekomunikasi dan Informatika, Kementerian PPN/Bappenas Rachmat Mardiana mengatakan untuk target zero emisi belum ada kesepakatan akan ditetapkan kapan, dan ada beberapa opsi pilihan di antaranya pada 2060.

 Lanjut Rachmat diversifikasi sumber listrik merupakan agenda yang sangat mendesak bagi Indonesia untuk meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi nasional.

“Pemenuhan kebutuhan listrik akan diarahkan dari listrik terbarukan yang juga banyak tersedia di berbagai daerah di Indonesia,” ujarnya ketika berbicara dalam diskusi virtual interaktif lintas pemangku kepentingan dengan tema Peran Sektor Batubara dalam Menghadapi Tantangan Transisi Energi di Indonesia, Selasa (26/10/21).

Kegiatan itu merupakan bagian dari implementasi Program Clean Affordable and Secure Energy (CASE) Indonesia yang merupakan kerjasama Kementerian PPN/Bappenas dengan lembaga pemerintah Jerman, GIZ dan think tank untuk issue energi, IESR.

Rachmat menjelaskan peran pembangkit batubara akan secara terus menerus dikurangi. Namun, dia mengakui implementasi kebijakan tersebut membutuhkan upaya yang menyeluruh, bersinergi dan berkesinambungan.

Aspek teknis, finansial, dan juga sosial, termasuk munculnya dukungan dari seluruh pemangku kepentingan, perlu dipersiapkan. Menurut dia, proses transisi juga perlu dipastikan melalui proses perencanaan pembangunan baik jangka panjang, menengah, maupun tahunan.

Hingga saat ini ketergantungan Indonesia akan energi berbasis batubara masih sangat tinggi. Padahal, sumber diversifikasi sudah harus dipikirkan puluhan tahun sebelum terlambat.

Dalam kesempatan yang sama, perwakilan dari Kementerian Federal Ekonomi dan Energi Jerman Jan Kristof Wellershoff mengungkapkan bahwa dunia terus berusaha untuk menjauh dari sumber energi yang volatile atau rapuh dari sudut pandang ekonomi.

“Oleh karena itu, energi bersih terus diupayakan untuk menggantikan sumber dari batubara,” ujarnya.

Tingginya ketergantungan energi berbasis batubara menjadi salah satu tantangan Indonesia dalam melaksanakan transisi energi di sektor ketenagalistrikan. Hingga tahun 2020, 50,3% dari listrik di Indonesia dihasilkan melalui PLTU Batubara.

Selain sebagai sumber energi listrik, batubara merupakan komoditas ekspor yang berkontribusi pada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) dan memberikan dampak positif pada neraca dagang Indonesia.

Pada tahun 2019, Indonesia merupakan eksportir batubara terbesar di dunia dengan jumlah ekspor sebesar 455 Mt. dengan valuasi sebesar 34 miliar dolar AS (asumsi per ton 75 dolar AS).

Fakta ini menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia untuk dapat menemukan strategi yang tepat dalam melakukan dekarbonisasi bidang berbasis energi, khususnya di sektor ketenagalistrikan, dan di saat yang bersamaan menjaga kualitas pertumbuhan ekonomi .

Oleh karena itu, Indonesia dinilai perlu mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, khususnya publik Indonesia, dalam merealisasikan transisi energi di Indonesia.

Menurut Kerstin Maria Rippel, Director Communication & Public Affairs operator sistem transmisi kelistrikan, 50Hertz, tantangan dalam mengimplementasikan transisi energi memang tidak mudah.

paham Indonesia membutuhkan dukungan dari negara-negara yang sudah berpengalaman.”

Sementara itu, Maria Cain, CEO Latrobe Valley Authority mengatakan bahwa mempersiapkan masyarakat dalam mengimplementasikan transisi energi dan beradaptasi dengan aktivitas ekonomi baru merupakan hal yang tidak kalah penting untuk dilakukan.

Mengingat pentingnya peran batubara untuk Indonesia, Program CASE Indonesia berinisiatif menyusun strategi komprehensif yang tidak hanya didasari oleh data-data lapangan melainkan juga kesiapan para pemangku kepentingan, mulai dari pelaku bisnis batubara hingga konsumen listrik ataupun batubara di Indonesia.

Strategi yang tepat diperlukan agar transisi energi berjalan mulus dan berkelanjutan. Dengan demikian, ketergantungan pada batubara perlu segera diakhiri dengan solusi yang tepat (Tri).

Exit mobile version