JAKARTA-—-Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani memperkirakan pertumbuhan kredit pada 2020 masih lesu, berada di bawah 10 persen.
“Saat ini pertumbuhan kredit domestik 8 persen. Ke depan di bawah double digit. Ini dipengaruhi beberapa hal,” kata Avilani dalam diskusi bertajuk ‘Catatan Akhir Tahun: Mewaspadai Resesi Ekonomi Global’ di Jakarta, Jumat,( 20/12/19).
Menurut Avilani pada tahun ini saja laju pertumbuhan kredit tidak terlalu bergerak membaik meski Bank Indonesia terus-terusan menurunkan suku bunga acuan atau BI 7 DRR sebanyak empat kali dalam rentang Juli hingga Oktober 2019.
“Ternyata kebijakan penurunan suku bunga acuan tidak menjamin meningkatnya distribusi kredit produktif,” ujar dia.
Dia mengatakan, tingginya Loan to Deposit Ratio atau LDR perbankan menjadi penyebab lesunya pertumbuhan kredit. Performa LDR sejak 2018 terus melonjak. Bahkan, angka itu mencapai 94,3 persen pada kuartal III 2019. Perbankan cenderung selektif dalam memberikan kredit.
Pertumbuhan dana pihak ketiga atau DPK perbankan yang stagnan. Kondisi ini dipengaruhi oleh adanya penerbitan obligasi pemerintah yang jor-joran sepanjang 2019. Penerbitan obligasi dengan bunga tinggi dari pemerintah menyebabkan aliran dana masuk ke perbankan melambat.
Dalam diskusi tersebut Avilani juga mengungkapkan, Kredit untuk sektor unggulan seperti perdagangan, manufaktur hingga pertanian mengalami perlambatan sejak kuartal ke II 2018. Bahkan untuk sektor perdagangan besar mencapai titik terendah 4,3 persen pada kuartal ke III 2019.
“Sebaliknya pertumbuhan kredit non usaha seperti KPR dan apartemen tumbuh positif double digit,” kata Avilani.