octa vaganza

Indef: Perlu Kebijakan untuk Barang Impor dari “e-Commerce”

JAKARTA—-Ajakan Presiden Joko Widodo untuk mengutamakan dalam negeri dan “membenci” produk luar negeri pada saat membuka rapat kerja nasional Kementerian Perdagangan di istana negara, 4 Maret lalu mendapatkan tanggapan dari peneliti Indef.

Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Indef Ahmad Heri Firdaus mengatakan, saat ini terjadi peningkatan impor barang konsumsi yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir di tengah terjadinya booming e-commerce.

“Peningkatan impor barang konsumsi memang sangat cepat jika dibandingkan dengan impor bahan baku atau penolong dan barang modal, meski porsinya dari total barang impor sekitar 10 persen,” kata Ahmad dalam jumpa pers virtual, Senin (8/3/21).

Sayangnya, daya saing produk lokal belum matang, maka digitalisasi di tengah liberalisasi akan mengakibatkan deindustrialisasi.

Kebanjiran barang impor yang dialami Indonesia merupakan konsekuensi atau implikasi dan keputusan pemerintah untuk mengikuti berbagai kerja sama perdagangan bebas.

Untuk itu ke depan, pemerintah memang perlu mengatur atau membuat kebijakan impor barang yang masuk melalui e-commerce dan impor yang selama ini belum mendapat aturan khusus.

“Hal ini untuk mendorong UMKM lokal agar dapat berkontribusi lebih besar dalam menyediakan produk dalam negeri,” pungkasnya.

Mesiyarti, seorang pelaku usaha garmen di bilangan Jakarta Timur mendukung niat baik Presiden. Hanya saja dia menyoroti praktik kebijakan di dunia usaha menguntungkan produk luar.

Di mal saja, produk brand luar dan waralaba asing masih mendominasi, sementara pelaku UKM hanya dijadikan pemanis.  Hal yang sama juga terjadi di rest area.

“Saya lebih menyoroti marketplace, sebab di sana produk asing bisa dibeli dengan harga murah sekali, tanpa pajak dan ongkos kirim. Hal yang sulit didapatkan pelaku UKM lokal.  Saya pernah pesan masker kain dari Shenzen, Tiongkok, ongkos kirimnya hanya Rp9.000,” ungkap Mesiyarti melalui Whatsapp kepada Peluang, Minggu (7/3/21).

Mesiyarti mengusulkan, niat baik ini dimulai dengan belanja anggaran pemerintah wajib produk lokal.

Sementara salah seorang perajin sepatu di Cibaduyut, Bandung, Irwan Sumirat mengungkapkan  bahwa usahanya sudah terdampak pandemi sejak awal, terdampak juga oleh adanya banjir sepatu dari Tiongkok.

 Salah satu perajin sepatu yang terkena imbas adalah Irwan Sumirat (57). Ia mengaku sudah mulai terdampak pada dua bulan awal pandemi corona.

“Sebenarnya sebelum pandemi pesanan sudah turun, karena adanya kiriman sepatu dari Cina. Nah, makin turun ketika corona ini datang. Turunnya juga 80%,” kata Irwan (Van/berbagai sumber).

Exit mobile version