JAKARTA—Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad meminta pemerintah untuk mengkaji ulang rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada 2022 dari 10% menjadi 15%.
Menurut Direktur Ekskutif Indef Tauhid Ahmad mengingatkan saat ini pandemi Covid-19 belum bisa dipredikasi kapan akan berakhir.
Pada pekan lalu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) berencana menaikkan tarif PPN.Tujuan adalah untuk meningkatkan penerimaan negara pada 2021.
“Di tahun depan, kita masih dalam periode pemulihan ekonomi dan belum tahu kapan pandemi Covid-19 ini selesai. Saya kira ini menjadi poin kritis, jangan sampai kebijakan ini justru malah merugikan masyarakat,” kata Tauhid dalam diskusi Indef bertajuk “PPN 15%, Perlukah di Masa Pandemi” secara virtual, Selasa (11/5/21).
Lanjut dia kenaikan tarif PPN secara otomatis akan berimbas kepada naiknya harga barang dan jasa di seluruh Indonesia, serta meningkatkan resiko turunnya daya beli masyarakat.
Dengan kontribusi konsumsi rumah tangga yang sangat besar terhadap ekonomi Indonesia, maka naiknya tarif PPN menjadi kontra produktif terhadap proses pemulihan ekonomi Indonesia di saat pandemi Covid-19.
Selain itu, kenaikan PPN sampai dengan 15% dinilai Tauhid juga akan melemahkan daya saing Indonesia dibandingkan negara-negara lainya, misalnya di Asean.
“Jika pajak dinaikkan, volume objek pajak (PPN) bisa jadi akan mengalami penurunan, sehingga penerimaan negara lama kelamaan justru akan turun,” kata Tauhid.