octa vaganza

Importir Kedelai Merasa Tidak Punya Kapasitas Membina Petani Lokal

JAKARTA— Pemerintah melalui Kementerian Pertanian meminta adanya kerja sama antara importir dengan petani kedelai.  Importir membina petani untuk mendorong produksi dalam negeri hingga bisa jadi subsitusi impor.

Permintaan ini dilakukan setelah terjadinya aksi mogok produksi oleh Gabungan Koperasi Tempe dan Tahu Indonesia (Gakoptindo) pada 1-3 Januari 2021 lalu lantaranharga bahan baku kedelai terus melonjak sementara para pengrajin dalam situasi sulit untuk menaikkan harga.

Namun Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo) meminta agar pemerintah  tidak memberikan beban kepada pihaknya untuk membina para petani lokal dalam membudidayakan kedelai. Para importir tidak punya  ahli pertanian untuk mengelola budi daya pertanian. Mereka adalah pedagang.

“Kami tidak punya kapasitas untuk membina, tiba-tiba diwajibkan untuk membina petani. Di mana logikanya?” ujar Ketua Akindo, Yusan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi IV DPR, Rabu (20/1/21).

Para importir hanya memiliki keahlian dalam menjual produk, mencari alternatif agar proses bisnis dapat lebih efisien, hingga harga jual kedelai  dapat lebih rendah.

“Kita ahli menjual, mencari efisiensi. Kalau dibebani bina petani itu suatu hal tersendiri bagi para pedagang. Kita bingung juga kenapa harus kita yang bertanggung jawab,” tambah Yusan.

Jika nantinya importir diwajibkan bermitra dengan petani, tentunya akan ada biaya produksi yang dibebankan baik kepada petani maupun konsumen.

“Kalau ditambah biaya  pembinaan petani, pembibitan, pupuk, kemana pedagang bebankan ini? tentu ke produsen dan konsumen,” tutup dia.

Exit mobile version