Kolaborasi menjadi kata kunci agar pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis dapat bermanfaat bagi Masyarakat luas. Tanpa inisiatif kolaborasi, program makan siang gratis ini hanya akan menambah beban pekerjaan dan anggaran, dan hanya akan dinikmati oleh segelintir orang atau kelompok.
Ironis memang. Ketika banyak pengelola kantin sekolah yang justru menjerit ketika pemerintah sedang pusing menggelar program Makan Bergizi Gratis untuk anak-anak sekolah. Sepertinya ada yang salah di sini.
Bagaimana tidak menjerit, omset mereka tergerus karena para siswa tak lagi belanja untuk makan siang, sementara para pengelola kantin yang umumnya merupakan pelaku usaha mikro tersebut hanya dilibatkan sebagai penonton.
Tujuan program MBG memang visioner, mengurangi angka stunting dan mempersiapkan anak-anak untuk menjadi generasi emas di tahun 2045. Ini memang harus dipersiapkan sejak dini.
Tetapi, hari ini, Masyarakat juga masih harus berjuang menghadapi banyak masalah, mulai dari kemiskinan, pengangguran, tingginya angka kriminalitas, korupsi, hingga ketimpangan sosial.
Karena itulah, pekerjaan utama yang harus segera dijawab pemerintah adalah memastikan agar pelaksanaan program Makan Siang Gratis untuk para siswa ini dapat memberikan multiplier effect bagi banyak kalangan Masyarakat.
Direktur Eksekutif INDEF (Institute for Development of Economics and Finance) Esther Sri Astuti menyoroti empat poin untuk memastikan agar pelaksanaan program MBG dapat memberikan manfaat secara maksimal bagi seluruh kalangan masyarakat
“Yang pertama, UMKM harus dilibatkan dalam program MBG, jangan hanya pengusaha besar saja. Tentu saja, screening harus dilakukan secara ketat untuk semua mitra,” ujarnya.
Pengadaan MBG tersebut seharusnya juga melibatkan pengelola kantin sekolah dan jika diperlukan bisa diperluas ke pelaku UMKM di sekitar lingkungan sekolah. Di banyak negara lain, program school meals juga melibatkan pengelola kantin sekolah.
Poin kedua, menurut Esther, petani harus dilibatkan sejak dari proses pengadaan bahan baku, sehingga tidak dipenuhi dari impor. Tentu saja, pemerintah perlu turun tangan juga mendorong peningkatan produktivitas petani, mulai dari penguasaan teknologi pertanian, memastikan ketersediaan pupuk dan memastikan hasil panennya dibeli dengan harga yang layak.
Ketiga, proses pendistribusian paket MBG harus melibatkan Perusahaan logistik yang memang mempunyai kompetensi dalam bidang tersebut. Dan keempat, mengingat besarnya anggaran program ini, evaluasi pelaksanaan harus terus dilakukan secara berkala. “Jangan sampai terjadi moral hazard,” ujarnya.
Di luar itu, Esther juga mengingatkan agar pemerintah tak hanya berkonsentrasi mengurusi program MBG. Banyak agenda prioritas lain yang sangat mendesak untuk ditangani pemerintah, seperti swasembada pangan, hilirilasi, ekonomi biru, infrastruktur hingga penanganan perubahan iklim.
Peluang Kolaborasi
Program MBG sesungguhnya membuka peluang kolaborasi yang sangat luas.
Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Maman Abdurrahman mengundang kaum perempuan dan pengelola UMKM dalam Program MBG. Menteri UMKM menekankan pentingnya kolaborasi dan pemberdayaan sektor UMKM, khususnya yang dikelola oleh perempuan, untuk mewujudkan tujuan besar program MBG.
“Program MBG membangun sebuah ekosistem usaha baru bagi anak-anak muda, pengusaha, dan penggiat UMKM di seluruh Indonesia, program ini diharapkan berdampak strategis dalam menciptakan generasi sehat sekaligus meningkatkan ekonomi lokal,” ujarnya.
Menurut Maman, berdasarkan data Kementerian UMKM terdapat sekitar 2,9 juta pelaku usaha kuliner di Indonesia, di mana 49% di antaranya adalah perempuan. “Selain itu, ada 30.900 UMKM jasa katering yang berpotensi besar terlibat dalam MBG,” lanjutnya.
Inisiatif kolaborasi untuk program MBG telah mulai dilakukan. Ini seperti yang dilakukan Pertamina.
BUMN tersebut memberikan komitmen dalam penyediaan energi, seperti BBM, LPG dan jaringan gas, untuk mendukung program MBG sekaligus swasembada pangan di Indonesia.
Nantinya, setiap BUMN akan mempunyai wilayah tugas masing-masing sebagai pilot project, dengan tugas yang berbeda satu dengan lainnya. Dalam program MBG, Pertamina mendapatkan tugas untuk memastikan bahwa suplai bahan bakar gas atau LPG untuk memasak tetap aman dan tersedia.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso mengungkapkan,
Pertamina Group telah melakukan berbagai sinergi hingga kerjasama dalam penyediaan energi
untuk kebutuhan proses memasak makanan bergizi. Salah satunya, kerjasama antara PT
Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) sebagai subholding gas Pertamina dengan Badan Gizi
Nasional.
PGN akan menyiapkan infrastruktur jaringan gas di perkotaan untuk sumber energi satuan
pelayanan gizi, guna memfasilitasi proses memasak tersebut.
Kolaborasi lain juga akan dilakukan dengan melibatkan bank-bank BUMN yang akan mendapatkan tugas menyalurkan pembiayaan kepada pelaku UMKM untuk program MBG.
Tentu tak sebatas sampai di situ. Pintu kolaborasi juga terbuka untuk pelaku usaha dari sektor lain, baik BUMN ataupun swasta yang dapat dilibatkan sebagai bagian dari program sustainability. Potensi kolaborasi ini pun tentu tak sebatas untuk mensukseskan program MBG, tetapi terbuka lebar untuk mendorong kemajuan dunia Pendidikan, sebagai bagian dari upaya untuk mencapai SDGs. Jadi, ini bukan lagi sekadar proyek pengadaan makan siang gratis. (drp)