JAKARTA—Otoritas Jasa Keuangan mengungkapkan serangan siber berimbas pada kerugian perbankan, khususnya mencapai Rp246,5 miliar. Sebanyak 71,6% serangan ditujukan kepada bank BUMN. Kemudian, bank swasta 28%, dan sisanya 0,3% serangan dilakukan kepada bank asing.
Bahkan kata Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mohamad Miftah masih terdapat potensi loss bank umum sebesar Rp208,5 miliar serta recovery Rp302,5 miliar.
“Serangan siber juga mengakibatkan nasabah juga mengalami kerugian Rp11,8 miliar, potential loss (kerugian) Rp4,5 miliar dan recovery Rp8,2 miliar,” ujar Miftah dalam dalam diskusi daring bertajuk “Pentingnya Keamanan Siber Untuk Ekonomi Digital Indonesia”, Kamis (28/10/21).
Fenomena ini terkait karena pandemi memang menjadi berkat untuk transformasi digital. Namun di sisi lain juga ada celah keamanan pada siber.
Miftah mengatakan pada keamanan siber terdapat penerapan two factor authentication. Namun, gerbang pertahanan terakhir seperti OTP juga bisa dipegang oleh pelaku tindakan siber.
“Dengan daring sangat terbuka. Namanya digitalisasi riskan, kesadaran digital perlu kita dorong bukan dari regulator,” ungkapnya.
OJK baru saja meirlis blue print transformasi digital perbankan yang memuat ketentuan terkait dengan risiko siber. Blue print itu akan ditindaklanjuti lagi. Yakni bank harus menerapkan keamanan sebagai mitigasi soal keamanan siber.
“Mitigasi bank harus menerapkan keamanan informasi teknologi yang memadai. Sistem aplikasi cegah kebocoran data,” pungkas Miftah.