JAKARTA-—Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) mengungkapkan imbas adanya kebijakan plastik berbayar serta pelarangan penggunaan kantong plastik di ritel modern di sejumlah daerah mengakibatkan penurunan permintaan terhadap kantong plastik.
Direktur Olevin dan Aromatik Inaplas Edi Rivai mencatat produksi kantong plastik turun 20 persen pada kuartal I 2019. Padahal sebelum adanya banyak pelarangan, rata-rata produksi kantong plastik sebesar 366 ribu metrik ton atau 6,5 persen dari total produksi produk plastik.
“Permintaan kantong kresek menurun karena banyak pelarangan. Ini jadi keluhan kawan-kawan asosiasi,” kata Edi kepada wartawan di Jakarta, Kamis (8/8/19).
Beberapa daerah yang sudah menerapkan larangan menggunakan kantong plastik di toko ritel seperti Bogor, Jawa Barat, Bali, dan Banjarmasin, Bandung serta beberapa daerah lainnya. Seiring pelarangan itu, kegiatan produksi ikut anjlok.
Edi menuturkan kesalahan pemahaman yang terjadi di beberapa daerah tentang mengelola produk plastik. Alhasil, semua pihak menuding plastik menjadi biang masalah sampah.
“Padahal, masalah plastik terdapat pada lemahnya proses daur ulang plastik di Indonesia. Seharusnya isu saat ini adalah manajemen daur ulang sampah,” terang Edi.
Dia menyebut, rata-rata tingkat daur ulang plastik di Indonesia baru 17,4 persen. Akibatnya, 43,9 persen dari sampah plastik yang ada tidak terkumpul secara baik dan 2,9 persen tidak terkelola.
“Tingkat daur ulang plastik masih rendah. Gap yang tidak terkelola itu masih tinggi, sehingga seharusnya isu saat ini adalah manajemen daur ulang sampah,” ujar dia.
Indonesia termasuk negara yang tingkat konsumsinya rendah. Data dari Euromap, Inaplas, dan Badan Pusat Statistik menyebut, pada 2017 konsumsi plastik nasional mencapai 5,2 juta ton per tahun. Konsumsi per kapita per tahun hanya 19,8 kilogram.
Konsumsi Indonesia lebih rendah dibanding Malaysia, Vietnam, Thailand, Cina, dan Jepang. Namun negara-negara tersebut tidak ada masalah dengan pengelolaan.
“Pengelolaan sampah plastik di luar negeri lebih maju dari kita,” pungkas dia.