Di awal tahun 1990-an, masa ketika saya berangkat remaja, maka nama Institut Koperasi Indonesia (Ikopin) melekat kuat di benak saya sebagai salah satu perguruan tinggi favorit. Selain kampusnya yang sangat nyaman, hijau dan sejuk, juga menjadi satu-satunya pusat pembelajaran koperasi di Indonesia.
Pada saat itu masuk kuliah di Ikopin menjadi kebanggaan tersendiri dan masa depan begitu cerah karena koperasi menjadi pusat kegiatan ekonomi di desa-desa dan tentu saja butuh banyak sumber daya manusia yang harus disediakan oleh gerakan koperasi.
Lalu ingatan saya melayang pada masa 28 tahun lalu ketika saya diusir dari kelas gara-gara banyak bertanya atau lebih tepatnya berdebat dengan guru ekonomi koperasi saat itu. Pasalnya sederhana saja, kelas dibuka dengan pertanyaan “Ada yang tahu apa itu koperasi?” Saya angkat tangan dan menjawab dengan lantang “Komando Operasi Pelaksana Ekonomi Rakyat Sosialis Indonesia.” seketika beliau turun dari kursinya dan mulai bertanya macam-macam yang saya hampir tidak ingat dari setengah jam dinasehati dan berakhir harus keluar kelas, alhasil menunggu di perpustakaan. Tapi kalimat yang paling saya ingat Betul adalah “Kalau kamu mau mengetahui lebih banyak tentang koperasi nanti selepas SMA kuliah di Ikopin.” Rupanya ucapan beliau menjadi kenyataan bahwa saya harus belajar di kampus ini 7 tahun setelah saya lulus SMA.
Ikopin … Kini
Bercerita Ikopin saat ini adalah cerita tentang memupuk kembali semangat yang mulai pudar, tertatih-tatih karena digilas zaman. Dan atas nama persaingan harus berjibaku mencari mahasiswa yang masuk karena keinginan sendiri belajar di Ikopin karena “penasaran” dan ingin belajar tentang koperasi.
Beruntunglah karena masih ada pemerintah daerah yang peduli pada koperasi sehingga bisa mendukung para putra daerahnya untuk belajar koperasi di Ikopin, dan tentu saja lembaga-lembaga di luar gerakan koperasi yang masih memiliki program beasiswa dan menyalurkannya melalui Beasiswa Ikopin.
Ikopin tengah berbenah, menghadirkan tenaga-tenaga muda yang haus akan ilmu dan pengalaman, melampui batas demi pencarian identitas. Maka mereka yang cerdas yang pasti akan pantas untuk menjadi pemikir-pembelajar-pendidik-peneliti yang bernas. Maka bersemangatlah, di tengah jurang perbedaan usia dan pengalaman maka saling belajar menjadi keniscayaan. Kuncinya adalah mampukah kita sejenak mengosongkan gelas? Menyingkirkan ego dan merendahkan diri untuk belajar dari siapapun dalam bentuk apapun?
Ikopin kini, adalah cerminan Ikopin 35 tahun lalu, setengahnya berisi anak-anak muda yang lahir dan dibesarkan dengan lingkungan berbeda, dengan cara berbeda namun dengan semangat yang sama yaitu pembaruan. Mereka, para milenial di masa kini akan menjadi gambaran Ikopin di masa depan, maka memberikan ruang yang tak hampa menjadi ruang kreativitas dan eksploratif adalah kebutuhan yang tak bisa dianggap biasa.
Ikopin …Nanti
Lantas bagaimana saya melihat Ikopin di masa depan? Menjelajah dunia koperasi membuka pikiran saya bahwa masa depan Ikopin sangat cerah, secerah anak-anak muda yang kini berbaris (namun belum rapi) menjadi garda depan gerakan koperasi Indonesia. Selama prinsip pendidikan ada dalam gerakan koperasi maka selama itulah Ikopin akan menjadi jantung gerakan koperasi Indonesia. Mengapa? Karena ini adalah kebutuhan bukan hanya sebuah keharusan tetapi sebuah kebutuhan. Sebuah nilai tertinggi dari sebuah keberadaan.
Sejarah keberhasilan koperasi selalu ada proses pendidikan yang terus menerus, seperti itupun cerita tentang kegagalan koperasi adalah tidak adanya atau berhentinya proses Pendidikan karena sudah merasa besar dan merasa cukup sehingga tidak perlu lagi belajar dan salah satu bentuk kegagalan tersebut bukan hanya koperasi tutup atau bangkrut namun lebih penting kegagalan koperasi yang sangat dihindari oleh gerakan koperasi global adalah “demutualisasi”.
Belajar dari kegagalan Co-operative Bank di UK menjadi skandal terbesar dalam gerakan koperasi global. Karena apa? Karena sudah merasa besar, yang terpenting adalah bisnis hingga melupakan anggotanya dan menyerahkan sepenuhnya pada manajemen profesional yang tidak terdidik nilai-nilai koperasinya.
Fagor (salah satu grup koperasi Mondragon) mengalami kasus yang sama hingga akhirnya menyadarkan mereka untuk segera menyelamatkan gerakan koperasi maka lahirlah MAT (Mondragon Team Academy) yang kini sangat gencar melakukan Pendidikan terutama yang berkaitan dengan koperasi pekerja dan koperasi platform atau platform coop.
Belajar dari keberhasilan dan kegagalan itulah maka gerakan koperasi di beberapa negara serius menjadikan koperasi (paling tidak) menjadi salah satu mata pelajaran di sekolah-sekolah atau mata kuliah di perguruan tinggi. Sementara beberapa negara memiliki lembaga khusus pendidikan koperasi, apakah lembaga ini berdiri sendiri ataupun sebagai salah satu jurusan di universitas seperti misalnya di Myshore India, Sanasa di Srilanka, Nova Scotia Canada, di Newcastle University Australia atau di University of Leicester UK.
Beberapa Universitas koperasi juga berdiri di beberapa negara bahkan ICA memiliki komite sendiri yang khusus membahas pendidikan di koperasi. Pada awalnya bernama komite universitas koperasi atau univcoop committee sekarang lebih luas menjadi komite koperasi di lingkungan pendidikan. Co-operative College UK dalam waktu dekat berubah menjadi Cooperative University yang akan menjadikan koperasi sebagai ilmu yang mewarnai seluruh mata kuliah yang ada.
Co-operative College Malaysia sudah dua tahun ini berubah menjadi Institut Koperasi Malaysia (IKM) yang kini membuka Pendidikan formal hingga sarjana bahkan di Newcastle University dan Nova Scotia mereka menyediakan MBA khusus untuk koperasi. Ikopin sudah memulainya dengan membuka pasca sarjana MM dengan kekhususan manajemen koperasi. Di benua Afrika lahir Cooperative University of Kenya (CUK) yang dijadikan pusat pembalajaran koperasi di benua Afrika.
Kesempatan Ikopin menjadi “World Class University” bisa terwujud dengan mudah mengingat banyak lembaga di luar sana yang semangat untuk mengimplementasikan prinsip ke-6 dan ke-7 koperasi yaitu kerja sama antar koperasi dan peduli kepada komunitas.
Banyak hal yang harus diubah dari Ikopin sehingga bisa menjadi “Pusat Peradaban Koperasi” dimana pemikiran-pemikiran, penelitian, pengajaran, dan praktika koperasi menjadi rujukan bagi (minimal Indonesia) koperasi dunia di Asia. Menarik, karena Ikopin merupakan salah satu pionir dari pembentukan universitas yang melabeli “koperasi” untuk institusinya. Kini di Asia selain lembaga-lembaga pendidkan non formal koperasi seperti IDACA di Jepang, NTUC Learning Hub di Singapore menjadi salah satu tujuan para penggerak koperasi untuk belajar di sana.
Saat ini dunia perkoperasian sudah berubah dan berkembang sedemikian cepatnya, koperasi telah menjadi jalan keluar dari beberapa permasalahan ekonomi, sosial dan budaya (bahkan politik) seperti yang terjadi di beberapa negara. Bahkan dalam program UN SDG’s koperasi diakui sebagai gerakan yang konsisten mencapai tujuan-tujuan tersebut jauh sebelum dipublikasikan. Koperasi dianggap berhasil mencapai 13 dari 17 indikator yang ada dalam SDG’s seperti yang berkaitan dengan pangan, kesehatan, pekerjaan yang layak, lingkungan dan perubahan cuaca serta lain-lainnya.
Ketika terjadi transformasi paradigma organisasi dari yang asalnya keuntungan (profit) menjadi tujuan (purpose), dari hirarki menjadi jaringan (networking), dari mengendalikan (controlling) ke pemberdayaan (empowerment), perencanaan planning) ke experiment dan dari privat atau tertutup (privacy) menjadi terang benderang (transparancy). Maka koperasi telah bertransformasi sejak lama bahkan telah menjadi bentuk alamiahnya, maka koperasi sejatinya adalah organisasi masa depan baik itu sebagai lembaga ekonomi, lembaga sosial maupun lembaga Pendidikan.