JAKARTA—-Nilai Pasar Tekstil Dunia diproyeksikan meningkat dari 925, 3 milyar dolar AS pada 2018 menjadi 1, 23 triliun dolar AS pada 2025. Prospek tekstil yang begitu cerah, seharusnya dimanfaatkan oleh Indonesia untuk meningkatkan produksi dan ekspor tekstilnya.
Pada 2018 ini nilai ekspor tekstil dan pakaian Indonesia hanya 13, 2 miliar dolar AS, jauh di bawah Bangladesh yang mencatatkan nilai sebesar 67, 1 miliar dolar AS dan Vietnam 39, 8 miliar dolar AS. Market share Indonesia di global hanya 1, 58% di bawah Bangladesh 4, 72 persen dan Vietnam 4, 59 persen.
Ketua Umum Ikatan Ahli Tektil Indonesia (Ikatsi) Suharno Rusli mengungkapkan, kemunduran Industri tekstil dan produk tekstil Indonesia (TPT) ialah keberadaan pendidikan tinggi tekstil yang terabaikan.
“Tiongkok hingga saat ini mempunyai 61 pergurunan tinggi tekstil, Amerika Serikat (AS) 111, Eropa 48, Pakistan 60, India 108, dan Bangladesh 37. Sementara, Indonesia hanya memiliki 10 perguruan tinggi tekstil dan 12 tempat kursus,” ungkap Rusli dalam “Diskusi Publik: Upaya Penyelamatan Industri Tekstil Indonesia” di Hotel Aryaduta, Jakarta, Rabu (30/10/19).
Lanjut dia, itu sebabnya inovasi di negara yang mempunyai banyak perguruan tinggi tekstil lebih maju. Ke depannya tidak hanya baju biasa, ada baju anti peluru, anti radiasi segala macam, sekarang orang renang saja pakai baju enggak tenggelam
Rusli juga mengusulkan agar dilakukan rebranding industri tekstil agar tidak lagi disebut industri sunset (meredup), melainkan industri potensial yang punya potensi besar bagi perekonomian negara atau sunshine.
Istilah sunset merugikan industri tekstil karena membuat pemerintah dan investor jadi ikutan enggan memperkuat tekstil.
Rusli memberikan catatan saat ini di hulu, terdapat 33 industri serat (fiber) dengan kapasitas 3, 31 juta ton, dengan nilai ekspor 1,02 juta dolar AS.
Sementara sektor antara (midstream) seperti pemintalan terdiri 294 industri mencatat kapasitas 3,97 juta ton nilai ekspor 2, 37 miliar dolar AS dan industri Tenun, rajutan, pewarnaan, percetakan 1.540 Industri (IBS) dan 131 ribu Industri(IMK) kapasitas 3,13 juta tin dengan nilai ekspor 962 juta dolar.
Pada sektor hilir pakaian jadi terdapat 2.995 Industri (IBS) dan 407 ribu Industri(IMK), dengan kapasitas 2, 18 juta ton, dengan nilai 8, 62 miliar dolar AS dan industri tekstil lainnya terdiri 765 unit dengan kapasitas 0, 68 juta ton dan nilai ekspor 672 juta dolar.
Rusli juga menanggapi rencana Pemerintah menerapkan aturan mengenai tindakan pengamanan atau safeguard terhadap sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Dia mengusulkan fokus safeguard sebaik dilakukan di antara atau midstream.
“Pada sektor hilir Indonesia masih bisa ekspor, sementara dari segi bahan baku masih terkait kuat dengan impor kapas dari Amerika Serikat (AS),” ujar Rusli.
Dia juga menyebut ntuk memperbaiki industri tekstil harus dilakukan restrukturisasi demi menghadapi revolusi industri 4.0, klasterisasi industri agar mendukung green industry dan efisiensi logistik (Irvan Sjafari).