JAKARTA—- Kementerian Keuangan akhirnya menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No.210/PMK.010/2018 tentang perlakuan perpajakan atas transaksi perdagangan melalui sistem elektronik (e-commerce). Dalam regulasi itu disebutkan, e-commerce juga punya tugas untuk memungut dan menyetorkan pajak.
Ada tiga pajak yang akan dikutip dari pelaku e-commerce, yakni pajak pertambahan nilai (PPN) yang tertunggak sebesar 10%, pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah (PPNBM).
Namun Asosiasi E-Commerce Indonesia (Idea) menilai,PMK Nomor 210 Tahun 2019 berkeberatan kalau peraturan itu diberlakukan pada 1 April mendatang. Peraturan itu harus melalui sosialisasi dan juga edukasi.
Menurut Ketua Bidang Ekonomi Digital Idea Bima Laga mengatakan, usaha e-commerce harus terlebih dahulu menyosialisasikan aturan tersebut ke Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) mitra penjualnya. Hampir separuh penjual tidak mengerti soal perpajakan.
“Kalau mereka nggak tahu tapi tiba-tiba mereka wajib punya NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan kena pajak. Ini yang kita takutin kalau nggak ada sosialisasi dan edukasi,” ungkap Bima khawatir di Jakarta, Senin, (14/1).
Jika pemerintah bersedia menunda implementasi kebijakan tersebut sampai sosialisasi selesai dilakukan, Idea bersedia melakukan sosialisasi. Walaupun dari sekitar 300 anggota Idea tidak semua terdampak, namun sebagian besar mereka pelaku e-commerce.
“Idea juga akan menggelar Forum Group Discussion (FGD) ke semua anggotanya terkait PMK 210. Bagi kami edukasi sebelum PMK diberlakukan sangat penting,” ucap Bima.
Dikatakannya, aturan pengenaan pajak seharusnya diberlakukan pula ke e-commerce asing seperti Amazon dan Alibaba. “Bayangkan kalau mereka bebas berlalu lalang di sini menikmati nasabah Indonesia tapi nggak dikenakan pajak karena perusahaan mereka bukan di sini, sedangkan e-commerce di Indonesia diharuskan memiliki badan hukum di sini,” pungkas Bima.