hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Holding Perkebunan pun Berutang Rp77 Triliun

PERUSAHAAN holding perkebunan BUMN, PT Perkebunan Nusantara III (Persero) membukukan laba bersih Rp1,45 triliun sepanjang semester I-2021. Tapi Menteri BUMN Erick Thohir heran dengan kondisi PTPN Group. “Luar biasa juga PTPN ini. Utangnya Rp47 triliun. Padahal yang namanya industri kebun kelapa sawit, swasta tuh untung,” kata Erick dalam webinar virtual.

Utang yang menggunung ini tidak hanya berasal dari kredit bank-bank Himbara (Himpunan Bank-bank Milik Negara) dan bank swasta dalam negeri, tapi juga dari bank-bank asing. Beban utang ‘segunung’ itu, kata Erick, merupakan bentuk korupsi yang terselubung yang berlangsung sejak lama.

Jika mengacu pada laporan keuangan tahun 2020, tercatat total utang Grup PTPN Rp77,80 triliun, terdiri dari utang kangka pendek Rp38,19 triliun dan jangka panjang Rp39,61 triliun. Dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan utang terbesar sejatinya terjadi pada tahun 2019, yang melonjak lebih dari Rp10 triliun, dari semula Rp66,92 triliun menjadi Rp77,65 triliun.

Kreditor terbesar induk usaha adalah Sumitomo Mitsui Banking Corporation dengan nilai nyaris setengah, atau Rp5,02 triliun melalui denominasi dolar AS. Sementara utang anak perusahaan sebagian besar berasal dari kredit bank-bank Himbara (Himbunan Bank-bank Milik Negara) dan bank swasta dalam negeri.

Jika dibandingkan dengan perusahaan swasta lain, khususnya yang bergerak di industri kelapa sawit, utang holding PTPN tergolong besar. Emiten sawit anak usaha Sinarmas, PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk, memiliki total utang Rp24,16 triliun. Sedangkan emiten sawit anak usaha Astra hanya Rp8,74 triliun. Lantaran tingginya beban utang ini, PTPN harus melakukan restrukturisasi utang dengan nilai tertinggi yang pernah dilakukan oleh BUMN.●

pasang iklan di sini