CIREBON—-Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) menilai sejumlah regulasi yang dikeluarkan pemerintah justru menghambat pencapaian target ekspor produk furnitur dan kerajinan dari Indonesia.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP)HIMKI Soenoto mengungkapkan target nilai ekspor dan kerajinan sebesar 5 miliar dolar AS per tahun, selama beberapa tahun ini tak pernah tercapai.
Pada 2019 vnilainya hanya 2,5 miliar dolar AS, atau hanya 50
persen dari target. Jumlah ini naik sedikit dibandingkan tahun 2018 yang sebesar
2,2 miliar dolar AS.
Soenoto mencontohkan, Vietnam, negara kecil yang belum lama berkembang, nilai
ekspor mebel dan kerajinannya sudah mencapai 11,5 miliar dolar AS.
Soenoto didampingi Sekjen HIMKI, Abdul Sobur menyampaikan hal itu di sela-sela
kegiatan Gathering Masyarakat Industri Mebel dan Kerajinan Nasional dan
Rakernas HIMKI di Hotel Santika Cirebon, Kamis, 23 Januari 2020.
Selain melakukan evaluasi dan program kerja, Rakernas juga
membahas sejumlah hal yang menjadi tantangan dan peluang bisnis mebel dan
kerajinan ke depan.
Soenoto mengungkapkan sejumlah poin penting yang menjadi penghambat
berkembangnya usaha sektor mebel dan kerajinan di Indonesia, yang semua
bermuara pada semakin rumitnya regulasi sehingga membuat bisnis tersebut sulit
berkembang dan tidak mendukung kecukupan bahan baku, ditambah penegakan hukum
yang lemah sehingga melemahkan daya saing Indonesia.
“Negara juga tidak optimal dalam mendukung penggunaan
teknologi tepat guna. Belum lagi bunga bank yang sangat tinggi bahkan paling tinggi
diantara negara ASEAN,” kata Soenoto seperti dilansir Pikiran Rakyat.
Selain itu persoalan perburuhan, yang tidak diatur secara terpusat membuat
blunder persoalan perusahaan dengan pekerja.
“Masalah tingginya UMK yang berbeda-beda masing-masing daerah dengan nilainya yang seringkali tidak realistis, bahkan menyebabkan sejumlah investor hengkang ke Vietnam,” pungkasnya.