TUTUPNYA pabrik Nissan di Indonesia seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi industri otomotif nasional. Cabut dari Indonesia, mereka pindah ke Thailand. Kini, pabrikan asal Jepang tersebut justru merekrut 2.000 pekerja di Thailand, setelah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia.
Kejadian tak sedap ini harusnya jadi pembelajaran bagi pemerintah dan masyarakat, tak kecuali bagi kaum buruh yang cenderung menuntut kenaikan upah lewat demo-demo. Padahal, semua pihak mestinya berkontribusi secara sehat hingga membuat para investor betah berbisnis di sini. Hengkangnya pabrik Nissan sebenarnya mempermalukan kita di mata internasional.
Investor nyaman karena banyak faktor. Jaminan pasar yang besar tentu saja merupakan sebuah daya tarik. Namun, itu bukan satu-satunya magnet. Bersamaan dengan itu juga beragam aspek lain yang tak kalah pentingnya. Di antaranya keamanan, baik kenyamanan sumber daya manusianya untuk tinggal, maupun legalitas yang tidak berbelit. Ditambah situasi politik suatu negara.
Keputusan besar meninggalkan Indonesia terkuak awal 2020. Nissan yang berbasis di Yokohama, Jepang, mengumumkan penghentian produksi kendaraan di pabriknya di Indonesia. Penutupan pabrik-pabrik dan PHK pekerja termasuk di Indonesia bagian dari rencana jangka panjang di tengah kesulitan bisnis mereka. Thailand beruntung, Indonesia buntung.●
Frans Roberto
Ende, NTT