
Peluang, News – Pemerintahan Prabowo Subianto menjadi harapan baru bagi pembenahan koperasi Indonesia. Dimana koperasi disebut-sebut merupakan soko guru ekonomi nasional, namun dalam realitanya koperasi masih menjadi anak tiri dalam ekonomi nasional.
Salah satu kendalanya adalah regulasi pemerintah Indonesia yang justru tidak mendukung koperasi sebagai bagian ekonomi nasional. Padahal, kerap disebut kalau operasi memegang peran penting dengan karakteristik pemberdayaan ekonomi rakyat, serta menjadi pendorong agar usaha rakyat dapat terhubung ke dalam rantai pasok industri nasional.
Hal ini mengemuka dalam Symposium Koperasi Indonesia 1, yang dihelat Forum Komunikasi Koperasi Besar (Forkom KBI), di Jakarta, Selasa (17/12/2024). Dihadiri pegiat koperasi skala nasional, yakni; Forum Komunikasi Koperasi Besar Indonesia (Forkom KBI), Forum Koperasi Indonesia (Forkopi), Asosiasi Praktisi Perkoperasian Indonesia (APPI), Angkatan Muda Koperasi Indonesia (AMKI) Universitas Koperasi Indonesia (Ikopin), Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin), pemerhati koperasi/Kelompencapir dan para pegiat koperasi yang memiliki concern terhadap perkoperasian.
Ketua Asosiasi Praktisi Perkoperasian Indonesia (APPI) Untung Tri Basuki mengemukakan, strata Kementerian Koperasi itu masuk dalam kelas 3 karena tugas dan fungsinya tidak masuk dalam Undang-Undang Dasar. Akibatnya, kementerian ini tidak memiliki kewenangan banyak. Misalnya, untuk pengawasan koperasi simpan pinjam di Kemenkop tidak ada yang bertugas untuk mengawasinya.
“Yang ada oknum-oknum saja sebagai pengawas jadi gagal paham, yang diperiksa koperasinya bukan usahanya (simpam pinjam). Mereka membedakan badan usaha dan usaha saja masih belum paham,” ungkap Untung Tri.
Dengan pemahaman yang gagal ini, jelas Tri Basuki, sejak tahun 2015 belasan peraturan menteri koperasi (Permenkop) isinya justru bertentangan dengan UU No.12 tahun 1992 tentang koperasi.
Senada disampaikan Wakil Ketua Umum Dekopin Dr Agung Sudjatmoko. Menurut Agung, regulasi koperasi tidak mendukung koperasi Indonesia berkembang sebagai soko guru ekonomi Indonesia. Ia mencontohkan, pasal 33 UUD 1945 yang menyebutkan Pasal 33 Ayat (1) menyatakan bahwa Perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama atas azasa kekeluargaan.
Dimana dalam penjelasaanya antara lain diyatakan, bahwa kemakmuran masayarakat yang diutamakan bukan kemakmuran orang seorang dan bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah Koperasi.
“Sekarang mana koperasi Indonesia yang besar? Kita mengingkari jati diri koperasi. Presiden mencanangkan swasembada pangan, saya tanya apa ada koperasi sektor perrtanian yang kuat? tidak ada,” ucap Agung.
Presiden Soeharto, ungkap Agung, mencanangkan swasembada pangan sejak tahun 1971 setelah 17 tahun kemudian Indonesia baru bisa mencapai swasembada pangan. Koperasi diberdayakan, ada induk koperasi unit desa (Inkud) semua digerakkan untuk mencapai swasembada pangan tersebut.
“Saya bukannya pesimis tapi pencanangan swasembada pangan oleh Presiden Prabowo berat dilaksanakan. Presiden Soeharto baru bisa 17 tahun mencapainya, tapi kita tunggu aksi dari pemerintahan Presiden Prabowo,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Angkatan Muda Koperasi Indonesia (AMKI) Frans Meroga Panggabean menilai, era Presiden Prabowo Subianto membawa harapan baru kebangkitan koperasi Indonesia. Alasan Frans, komitmen Prabowo untuk memajukan koperasi sebagaimana yang disampaikan dalam kampanyenya, bahwa seluruh kekayaan bangsa harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
“Ayah dan kakek dari Presiden Prabowo Subianto juga terkenal keberpihakannya kepada koperasi. Dengan latar belang tersebut, kami optimis koperasi di Indonesia bisa bangkit lagi,” ujar Frans. (Aji)