Yang paling penting dari kebijakan ini adalah pemutihan dari blacklist, agar kalau orang-orang itu masih kuat, masih bisa berusaha, punya akses pembiayaan, agar bisa berusaha lagi.
KEBIJAKAN penghapusbukuan dan penghapustagihan utang petani dan nelayan bertujuan positif. Yakni membantu agar masyarakat bisa kembali menerima kredit atau pinjaman. Kebijakan tersebut diimplementasikan terbatas kepada bank-bank BUMN atau Himpunan Bank Milik Negara. “Ini murni untuk mendukung Himbara karena total utang kredit mereka—usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan kelautan—sudah cukup besar,” kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
Mereka bisa hapus buku tapi tidak bisa hapus tagih. Untuk itu pemerintah tengah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP). “Utang tersebut sudah terlampau lama, yakni 26 tahun, dan ini menghalangi mereka untuk mendapatkan kredit dari perbankan. Total nominal utang yang akan diputihkan sebesar Rp8,3 triliun untuk 6 juta petani di Indonesia, atau sekitar Rp1,3 juta per orang.
Sebenarnya, yang paling penting dari kebijakan ini adalah pemutihan dari blacklist. “Agar kalau orang-orang itu masih kuat, masih bisa berusaha, bisa punya akses pembiayaan, kemudian bisa berusaha lagi,” ujar Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI), Sunarso
Kebijakan berupa PP No. 47/2024 yang disahkan oleh Presiden Prabowo pada Selasa (5/11) itu diharapkan dapat membuat para petani, nelayan, peternak, dan pelaku UMKM dapat bekerja dengan tenang. Mereka selama ini terhalang mendapatkan akses pinjaman ke perbankan karena masih memiliki catatan utang. Tanpa akses ke perbankan, mereka lalu meminjam dari rentenir dan pinjaman online alias pinjol.
Penghapusan utang itu berlaku maksimal Rp 500 juta kepada badan usaha dan Rp 300 juta untuk perorangan atau individu, yang sudah tidak memiliki kemampuan bayar atau jatuh tempo dalam kurun waktu 10 tahun. Artinya, ini untuk yang betul-betul tidak bisa tertolong lagi. Mekanisme pemutihan utang senilai Rp 10 trilun kepada 1 juta nasabah bank Himbara itu tidak menggunakan dana anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), melainkan menggunakan skema penghapusbukuan piutang bank.
PP No. 47/2024 itu ditandatangani tanggal 5 November 2024. Poinnya penghapusan Piutang macet kepada usaha mikro kecil dan mencegah dalam bidang pertanian perkebunan peternakan perikanan dan kelautan serta UMKM lainnya. Adapun perihal hal-hal teknis seperti persyaratan untuk penghapusan kredit atau utang macet akan didetailkan melalui aturan di kementerian/lembaga terkait.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, mengatakan kerugian yang ditanggung oleh bank-bank milik negara maupun lembaga jasa keuangan (LJK) non-BUMN tidak termasuk kerugian negara jika mengacu UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Semuanya utang masa lalu petani dan nelayan. Ada utang di era krisis moneter 1998, krisis ekonomi 2008, dan lain-lain. Besaran utangnya juga diklaim tak besar. Hashim menyebut utang petani dan nelayan ke perbankan itu hanya di kisaran Rp10 juta hingga Rp20 juta.