JAKARTA—-Lewat Du’anyam yang didirikannya, Hanna Keraf ingin membantu para ibu-ibu di Maumere, Flores, NTT mandiri lewat kerajinan anyaman. Perempuan di daerah asalnya mengalami berbagai masalah mulai urusan melahirkan hingga urusan finansial. Untuk memeriksa kandungan saja harus naik perahu.
“Du’anyam adalah kewirausahaan sosial mendidik kaum ibu memproduksi anyaman dari lontar, mulai dari sandal, dompet, topi, keranjang dan produk kerajinan lain. Kami membantu mereka mencari pasar. Dari uang yang mereka dapat, digunakan untuk memperbaiki kualitas kesehatan dan meningkatkan gizi, “ ujar Hanna dalam sebuah talk show di acara Festival Ibu Hebat, di Jakarta, Sabtu (15/12/2018).
Hanna mengaku mendapatkan tantangan untuk mendorong kaum ibu di NTT membuat produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dan klien. Tetapi, ibu perajin sendiri tidak bisa membuat produk dengan keinginan pasar, terutama dari segi kualitas. Tantangan lain ialah budaya, ketika harus menguru keluarga mereka bisa berhenti produksi 4-5 hari padahal ada pesanan harus tepat waktu.
Berkat kerja keras perempuan kelahiran Jakarta 14 September 1988 ini dan timnya mampu menggapai 22 desa dan sekitar 500 perempuan, meningkatkan pendapatan mereka hingga 40 persen dan tabungan 55 persen. “Produksi tertinggi pernah sampai 3000 keranjang per bulan. Satu keranjang dihargai Rp200 ribu hingga Rp400 ribu,” ucap alumni Universitas Ritsumeikan ini.
Produk kaum ini diserap pasar mulai dari Sarinah, Hotel Marriot, Belmond hingga terlibat sebagai Official Merchandiser Asian Games 2018. Putri dari mantan Menteri lingkungan Hidup Sonney Keraf ini menyebut 16.300 produk anyaman kaum ibu terjual habis pada ajang itu.
,“Ayah dan ibu saya dulunya berasal dari keluarga yang sama dengan ibu-ibu yang saya dampingi. Karena bisa mengakses pendidikan dan mendapat kesempatan yang baik, maka hidup bisa mengubah hidup. Ini yang saya lakukan kembali ke NTT untuk mmeberdayakan kaum perempuan di sana,” tutur Hanna seraya mengatakan lima tahun tinggal di Flores untuk bisa memahami kebiasaan masyarakat di sana (Irvan Sjafari).